Oleh : Sahda Salsabila Alvitaningrum*
KELAKAR, Lingkarjatim.com – Sebanyak 27 lapak pedagang kaki lima di Exit Tol Banyu Urip Surabaya (10/07/2019) hanya bisa pasrah saat Pemerintah kota Surabaya bersama dengan Polsek Sukommanunggal dan PT Jasa Marga membongkar lapak mereka. Proses pembongkaran tersebut dilakukan dengan menggunakan alat berat eskavator. Pembongkaran yang dilakukan tidak sampai tiga jam lamanya ini membuat para pedagang kaki lima yang tergusur ini merasa sedih, karena penggusuran ini membuat mereka kehilangan mata pencahariannya.
Pihak PKL Exit Tol Banyu Urip Surabaya bertanya-tanya mengapa sekarang keberadaan lapak mereka dipermasalahkan oleh pihak Jasa Marga. Menurut Ernawati, salah satu pedagang kaki lima, lapak mereka tidak menyalahi aturan-aturan yang berlaku karena lapak yang didirikan oleh para pedagang berjarak 10 meter jauhnya dari jalan. Selain itu, warung-warung tersebut juga tidak didirikan diatas trotoar. Alasan lain yang membuat para pedagang geram yaitu dikarenakan keberadaan PKL di Exit Tol Banyu Urip Surabaya ini tidak dipermasalahkan oleh pimpinan Jasa Marga sebelumnya. Bahkan para pimpinan PT Jasa Marga terdahulu malah memberikan tempat dan meminta para pedagang untuk merawat lapak itu dengan baik. Setelah kejadian pembongkaran lapak PKL tersebut, para pedagang masih terus mencoba mengubungi pihak PT Jasa Marga untuk meminta pertanggung jawaban dan ganti rugi, namun sayangnya tidak ada tanggapan baik dari pihak PT Jasa Marga maupun pihak Pemerintah kota Surabaya, bahkan tidak ada ganti rugi sedikitpun dari PT Jasa Marga untuk pedagang kaki lima yang tergusur.
Kegiatan pembongkaran lapak PKL di exit Gerbang Tol Banyu Urip Surabaya ini rupanya tidak hanya menyita perhatian masyarakat saja, Anggota DPR RI Dapil Jatim I (Surabaya-Sidoarjo) Bambang Haryo Soekartono dan PT Dhama Lautan Utama (DLU) merasa kasihan dengan nasib para PKL yang sudah berhari-hari menjadi penggaguran dan tidak mendapat kejelasan dari PT Jasa Marga. Bambang Haryo juga bertanya-tanya seperti para pedagang yang tergusur, mengapa lapak PKL di Exit Tol Banyu urip Surabaya harus digusur padahal tidak menyalahi aturan-aturan yang ada. Bahkan menurut Bambang Haryo, ada beberapa PKL yang berdiri sejak tahun 1995 yang ikut memelihara tanah negara atas persetujuan PT Jasa Marga sejak masa Kepemimpinan Presiden Soharto. Untuk meringankan beban bara PKl yang tergusur, Bambang Haryo Soekartono dan PT Dhama Lautan Utama (DLU) bantuan modal sebesar Rp. 100 Juta untuk 27 Pedagang Kaki Lima yang menjadi korban penggusuran. Bantuan ini diharapkan dapat membantu pedagang untuk bangkit lagi.
Namun, meskipun Bambang Haryo selaku Anggota DPR RI Dapil Jatim I (Surabaya-Sidoarjo) dan PT Dhama Lautan Utama (DLU) sudah memberikan bantuan modal untuk para PKL yang tergusur ini membuat saya berpikir bahwa hal ini tidak menjamin keamaan para pedagang ini. Melihat bahwa para PKL ini masih belum mendapat tanggapan dari Pemkot Surabaya, padahal para pedagang sudah mengadukan hal ini ke Bu Risma selaku Walikota Surabaya. Untuk menghindari masalah serupa (penggusuran) yang dapat terjadi dimasa yang akan datang, sebaiknya pak Bambang Haryo membantu para Pedagang Kaki Lima ini agar dapat berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Surabaya mengenai tempat-tempat mana saja yang bisa digunakan unutk mendirikan lapak PKL ini.
*Penulis adalah Mahasiswi Prodi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.