Menu

Mode Gelap

KELAKAR · 9 Oct 2023 13:13 WIB ·

Potensi Keracunan Makanan Pada Saat Udara Panas dan Perlindungan Pada Anak-anak Sekolah


Potensi Keracunan Makanan Pada Saat Udara Panas dan Perlindungan Pada Anak-anak Sekolah Perbesar

Oleh : Umi Purwandari*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Suhu udara panas yang meningkat tinggi saat ini dapat memicu terjadinya keracunan pangan. Di negara-negara empat musim, datangnya musim panas sering diikuti dengan kasus-kasus keracunan makanan. Jadi, datangnya gelombang udara panas di Indonesia juga memerlukan antisipasi untuk mencegah keracunan pangan, terutama pada kelompok yang rentan keracunan yaitu anak-anak, ibu hamil, dan lansia.

Keracunan pangan akibat meningkatkan suhu udara ini terutama dikarenakan oleh mikroorganisme, yaitu bakteri atau virus. Mengapa demikian? Karena suhu udara yang tinggi memicu pertumbuhan bakteri dan virus tersebut. Semakin tinggi suhu, semakin cepat bakteri memperbanyak diri. Sebagai gambaran, satu sel bakteri yang sering menyebabkan keracunan pangan bernama Escherichia coli yang banyak di kotoran hewan dan manusia, memperbanyak diri dengan membelah diri menjadi dua setiap 100 menit pada suhu 31°C. Namun pada suhu 34°C, bakteri tersebut membelah diri lebih cepat yaitu setiap 50 menit. Bagaimana jika suhu menjadi 42°C seperti prediksi saat ini?

Tulisan ini bertujuan memberi informasi bagaimana keracunan pangan bisa terjadi, mikroorganisme yang menyebabkan keracunan, dan cara menghindarinya.
Sekitar separuh (50%) kasus keracunan pangan di Indonesia terjadi di jasaboga, sekitar sepertiganya (30%) terjadi di rumah tangga, sedangkan kasus keracunan jajan terjadi sekitar 10%, dan makanan atau minuman kemasan sekitar 4%.

Sel bakteri yang masuk tubuh melalui makanan atau minuman, akan menghasilkan racun di dalam perut. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan pangan adalah Bacillus cereus di nasi, tahu, pasta termasuk mi, dan di sayuran ataupun buah segar termasuk jus buah; Campylobacter jejuni di olahan daging termasuk ikan dan kerang-kerangan, dan telur yang tidak dimasak dengan pemanasan yang sempurna; Clostridium perfringens di kaldu; Escherichia coli di air minum, susu yang tidak dimasak dengan pemanasan sempurna, dan makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran dari lingkungan sekitar; Listeria monocytogenes di keju segar, salad sayur dan buah, dan makanan yang disimpan dingin; Salmonella di telur, daging ayam, sayuran sdan buah segar yang tidak dicuci bersih; serta Staphylococcus aureus di olahan daging dan ikan, tahu, dan susu termasuk es krim. Salah satu jenis virus yang sering menularkan penyakit melalui makanan dan minuman adalah norovirus yang menyebabkan ‘flu perut’ dengan gejala muntah dan diare, serta virus hepatitis A.

Keracunan pangan bisa terjadi tergantung pada ketahanan tubuh dan keganasan mikroorganismenya. Di antara bakteri yang disebutkan tadi, yang paling ganas adalah Bacillus aureus dan Staphylococcus aureus, yang gejala keracunannya muncul antara 1- 6 jam setelah makan/minum. Clostridium perfringens dan Salmonella menunjukkan gejala keracunan setelah 6 jam hingga 2 hari setelah mengonsumsi pangan yang terkontaminasi. Escherichia coli dan Campylobacter jejuni menimbulkan gejala keracunan setelah 3-4 hari.

Kebanyakan gejala keracunan adalah diare dan muntah, serta pusing dan sakit perut (kram perut). Namun ada juga yang menyebabkan kaku otot, misalnya Staphylococcus aureus, atau demam oleh Campylobacter jejuni. Listeria monocytogenes dapat menyebabkan septikaemia yang menyebabkan penurunan kesadaran, ataupun radang otak. Listeria ini tentu sangat mengkhawatirkan.

Karena kebanyakan keracunan pangan menyebabkan diare, tindakan penanganannya yang utama adalah mengatasi dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh yang banyak, dengan banyak minum terutama minuman yang mengandung elektrolit. Setelah itu perlu dilakukan penanganan infeksi menggunakan antibiotik yang dilakukan oleh dokter atau petugas kesehatan.

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Ada 5 cara mencegah keracunan pangan melalui penyediaan pangan yang aman, sebagaimana yang direkomendasi oleh badan kesehatan dunia WHO, yaitu: menjaga kebersihan, mencegah terjadinya pencemaran, menyimpan makanan pada suhu yang aman (di bawah 5°C), memanaskan makanan pada suhu yang tepat (di atas 60°C), serta menggunakan air dan bahan baku yang tidak terkontaminasi bakteri/virus.

Kondisi lingkungan apa yang menyebabkan keracunan? Suhu antara 25 hingga 60°C, merupakan suhu yang dapat merusak makanan. Pangan yang dibiarkan pada suhu tersebut selama 4 jam, sangat mungkin ditumbuhi bakteri yang dapat meracuni. Selain suhu, kebersihan lingkungan sekitar makanan juga merupakan faktor penting untuk menghindari keracunan pangan.

Tempat dan peralatan pengolahan, kondisi tempat pembuangan sampah padat ataupun cair, tempat cuci alat dan bahan makanan, pemisahan antara bahan makanan yang kotor dan yang bersih, pemisahan bahan segar atau mentah dengan yang telah diolah, serta kesehatan dan kebersihan pengolah makanan harus dikendalikan dengan baik.

Apa saja cara menghindari keracunan makanan saat gelombang udara panas? Hal yang harus diperhatikan adalah jenis makanan atau minumannya. Makanan hewani yang setengah matang, atau kurang sempurna dalam pemasakan atau pemanggangan/pembakaran, akan mudah menjadi tempat pertumbuhan bakteri.

Oleh karena itu, katering atau sajian pada pertemuan-pertemuan berpotensi besar sebagai sumber keracunan pangan, sebab tidak mudah memasak makanan dalam jumlah besar dengan memastikan panas merata di semua bagiannya, serta menyimpannya dan mengangkut dengan jarak yang mungkin jauh ke tempat pertemuan. Praktek yang aman adalah dengan segera menyimpan makanan/minuman di suhu kulkas, jika harus menunggu dikonsumsi lebih dari 4 jam. Makanan hewani yang dipanggang tidak sempurna, memungkinkan masih adanya bakteria di bagian dalam, dan akan berkembang biak. Oleh karena itu, harus dipastikan bagian dalam daging telah benar-benar matang. Makanan yang mengandung bakteri atau virus yang bisa mengganggu kesehatan, sering tidak memberikan tanda-tanda. Oleh karena itu, kewaspadaan dan pengetahuan tentang keracunan pangan menjadi sangat penting.

Sosialisasi pangan yang aman untuk mencegah keracunan pangan perlu dilakukan terutama di sekolah-sekolah, sehingga anak-anak memahami bagaimana makanan atau minuman bisa menyebabkan mereka sakit, dan bagaimana memilih pangan atau tempat jajan yang aman, serta cara menyimpan makanan sehingga tidak ditumbuhi bakteri. Pemilihan dan penyiapan makanan bekal sekolah seyogyanya dari bahan yang bersih, dimasak dengan panas yang cukup tinggi dan menyeluruh di semua bagiannya, dan tidak dikonsumsi lebih dari 4 jam setelah dimasak atau dibuat. Buah-buahan segar atau jus buah harus dari buah yang dicuci bersih dan disiapkan di tempat yang bersih pula. Jenis buah yang tertutup seperti pisang, merupakan contoh buah yang aman dikonsumsi karena dilindungi oleh kulitnya. (*)


*Dosen Ilmu Pangan Universitas Trunojoyo Madura

*Anggota Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Daerah Bangkalan

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tertabrak Kereta Api, Pengendara Serta Penumpang Mobil Ayla Langsung Dievakuasi ke Rumah Sakit

29 April 2024 - 18:12 WIB

Didampingi Ibundanya Menggunakan Pakaian Adat Papua Saat Wisuda, Deyanti : Saya Bangga Orang Mengenal Saya Bagian dari Indonesia

28 April 2024 - 19:31 WIB

Jelang Pilkada, PDIP Bangkalan Buka Pendaftaran Bacabup dan Bacawabup Bangkalan

28 April 2024 - 14:14 WIB

Ikut Pengajian Akbar Bersama Gus Iqdam, Wabup Sidoarjo Himbau Masyarakat Guyup Rukun Jelang Pilkada 2024

27 April 2024 - 18:34 WIB

Rekruitmen Panwascam Pilkada 2024, Bawaslu Bangkalan : Masih Menunggu Penilaian Bawaslu RI

27 April 2024 - 17:28 WIB

Gelar Wisuda Ribuan Mahasiswa, Rektor UTM: Proses Masih Panjang

27 April 2024 - 12:42 WIB

Trending di LINGKAR UTAMA