Oleh : Siti Amanah, S.Pd*
KELAKAR, Lingkarjatim.com – Sebagaimana yang diberitakan dalam laman radarmadura.jawapos.com, 19 Juni 2020, pencurian listrik di Kabupaten Pamekasan marak terjadi. Bahkan dalam lima bulan (Januari-Mei) ditemukan 120 kasus pencurian.
Dan dalam laman tersebut disampaikan, apabila terbukti melakukan pencurian maka akan dilakukan pemutusan sambungan. Kemudian diminta untuk membayar ganti rugi dengan harga normal. Dan apabila tidak mau membayar, maka bisa dipidanakan.
Pencurian arus listrik yang terjadi di Pamekasan, umumnya terjadi saat musim tanam tembakau. Kondisi umum lahan pertanian di Madura, khususnya Pamekasan, adalah jenis sawah tadah hujan. Saat musim penghujan petani bisa menanam padi. Namun disaat musim kemarau, tanaman tembakaulah yang dipandang cocok untuk ditanam.
Meskipun tanaman tembakau tidak membutuhkan banyak air sebagimana padi, tetap saja ia adalah jenis tumbuhan yang membutuhkan air untuk tumbuh. Sedangkan di sawah-sawah tidak ada sumber mata air untuk irigasi. Mau tidak mau para petani harus mengebor sumur dan menyedot air dari dalam tanah untuk menyiram tanaman tembakau mereka. Penyedotan air dari dalam tanah ini jelas membutuhkan energi listrik untuk menghidupkan pompa air yang memiliki Watt tinggi. Sedangkan satu sisi Tarif Dasar Listrik (TDL) senantiasa dinaikkan oleh pemerintah.
Dari sini sebenarnya terlihat jelas. Meskipun pencurian listrik ini untuk kepentingan pribadi, namun demi memenuhi kebutuhan dasar para petani. Demi menghidupkan roda ekonomi mereka.
Penulis tidak membenarkan kasus pencurian ini. Namun, dari kasus pencurian ini harusnya pemerintah mengevaluasi. Kenapa sampai ada rakyatnya yang mencuri arus listrik? Jawabannya sederhana, karena listrik mahal. Bisakah rakyat mendapat pelayanan energi listrik secara gratis atau dengan harga yang rendah? (*)
* Penulis adalah Mentor Kajian di Komunitas Muslimah Peduli Generasi Pamekasan
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.