“Diam tapi pasti, pergerakan milenial dan sepercik aktivitas mereka mampu membawa dampak yang signifikan dalam arena pertarungan politik“
KELAKAR, Lingkarjatim.com – Generasi Milenial1 dianggap sebagai generasi yang melek informasi. Banyaknya arus informasi yang mereka konsumsi, membuat generasi ini dikenal kritis namun tidak sedikit juga yang bersikap apatis terhadap isu politik. Penelitian yang dilakukan oleh CSIS menyebutkan bahwa kaum milenial ini masuk kedalam kategori lemah (tidak begitu minat dalam membahas politik). Sedangkan menurut penelitii LIPI, Siti Zuhro, generasi milenial dianggap sebagai generasi yang rasional, kritis, cerdas dan tidak mampu terendus isu SARA. Potret tersebut menggambarkan bahwa segmentasi market politik ini sangatlah unik, sehingga membutuhkan metode tersendiri dalam mendulang simpati dan dukungan mereka.
Dalam kontestasi politik semenjak Pemilu Tahun 2014 dan 2019, segmen milenial menjadi incaran para pemburu suara. Karena keterbukaan informasi dan era digital, ceruk pasar milenial tidak hanya identik dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, ataupun Yogyakarta, melainkan telah menembus batasan-batasan geografis dan sosial budaya. Jika melihat pada beberapa penyelenggaraan pemilihan umum sebelumnya, di kota-kota besar seperti DKI Jakarta pada tahun 2017 lalu, kita tentu sudah melihat bahwa di setiap kubu baik Anies Baswedan – Sandiaga Uno, Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Syaiful H, maupun AHY – Sylfiana Murni, sudah mulai menjalankan strategi komunikasi politik melalui cara yang unik seperti membuat video di youtube yang bersifat soft campaign atau seperti membuat flash mob di bundaran HI dengan lagu- lagu parodi yang lucu. Hal ini dilakukan demi mendulang dukungan dari ceruk pemilih milenial.