Menu

Mode Gelap

KELAKAR · 11 Nov 2019 03:52 WIB ·

Pilkades dan Uang Jalan Kaki


Pilkades dan Uang Jalan Kaki Perbesar

Oleh: Faisal Ramdhani*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Tahukah anda? Bahwa ada yang berbeda dalam tahapan  Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) ini dengan  pemilihan  lainnya. Tidak seperti di Pilpres, Pilgub hingga Pilbup, dimana tahapan debat kandidat atau dialog visi misi menjadi agenda khusus yang digelar berkali kali. 

Sebab, dengan cara itulah sedikit banyak masyarakat bisa menilai calon pemimpinnya. Masyarakat tahu apa yang akan dilakukan calon pemimpinnya untuk meningkatkan kesjahteraan. Masyarakat tidak lagi membeli kucing dalam karung. Meskipun acapkali di banyak tempat hasil debat kandidat kurang mempengaruhi elektabilitas sang calon.

Di Pilkades, agenda debat kandidat itu nyaris tidak pernah tercantum sebagai sebuah rangkaian dalam pelaksanaan pemilihan. Visi misi calon hanya menjadi tulisan indah di baliho atau pamflet kampanye yang dipasang di pinggir jalan desa. Tidak hanya itu, di selebaran yang disebar  seringkali ditemukan kata-kata indah yang tidak dimengerti.

Bisa dikatakan, bahwa ruang demokrasi di Pilkades berjalan tanpa pengetahuan. Masyarakat desa dibiarkan buta untuk melihat lebih jauh sosok calon pemimpinya. Masyarakat desa tidak boleh tahu akan masa depan desanya. Tutup cerita, masyarakat desa dipaksa untuk memilih karung tanpa harus peduli isinya mau kucing, tikus atau kancil. 

Jadi, sebenarnya  sudah sejak awal proses pembodohan di Pilkades itu sudah terjadi. Entah disengaja atau tidak, namun fakta dilapangan menunjukkan tersebut. Akibatnya, praktek politik uang sangat sulit dihindari. Jangan-jangan memang demikian adanya, kultur sosial politik masyarakat desa berkata “ Rakyat Desa Lebih butuh Pissi (uang) Daripada Visi Misi”.

Jika memang benar, maka pemenangnya sudah bisa ditebak. Hanya mereka yang beruang yang akan memenangkan pertarungan di desa. Uang menjadi penguasa tunggal untuk mengalihkan keberpihakan. Uang menjadi penggerak utama untuk mengajak masyarakat mencoblos pada hari pemilihan.  

Iya Uang! Masyarakat pasti memintanya atau menunggu untuk menerimanya. Bahkan masing masing kepala keluarga pun turut sibuk menghitung jumlah anggota keluarganya dan berapa besaran yang harus ia terima. 

Tanpa uang mereka tak akan pernah mau datang ke tempat pencoblosan. Apalagi rumah mereka berada di pedalaman dan sangat jauh dari lokasi pencoblosan. Mustahil, mereka dengan penuh kesadaran hingga berkeringat akan datang. Lalu memilih calon pemimpinnya yang mereka tidak pernah tahu isi kepalanya. 

Tidak ada makan siang gratis! Langkah-langkah kaki akan dihitung. Sebab, jalan kaki sangat menguras tenaga dan melelahkan. Keringat yang keluar bercucuran saat melangkah hasil dari makan nasi yang mereka beli. Semua itu harus diganti dan dibayar tunai.

Maka harap maklum, jika di pilkades ramai bergunjing tentang “Uang Jalan Kaki”. Uang sebagai pengganti rokok, beli nasi, beli lauk, beli baju, lainnya untuk menentukan pilihannya. Uang ini pula yang membuat warga desa datang berdondong-bondong ke tempat pemungutan suara.

Di setiap desa, besaran Uang Jalan Kaki bisa berbeda-beda. Tergantung kemudahan, kesulitan dan persaingan yang ada. Namun rata-rata main di angka 100 ribu hingga 500 ribu. Bahkan di sejumlah desa ada yang mencapai satu juta. Wow! 

Nah itulah mengapa tempat pemungutan suara di pilkades hanya di satu titik lokasi. Tidak disebar dan didekatkan dengan domisili pemilih. Misalnya di setiap kampung atau dusun. Tujuannya satu, agar uang jalan kaki benar-benar bisa memberi bukti. 

Bahkan bisa lebih dari itu, service sang calon bisa setingkat pelayanan pada raja. Pemilih yang sudah dibayar juga sudah disiapin mobil angkut. Untuk mengantar mereka pulang pergi saat mencoblos. Trik ini bertujuan agar di perjalanan, pemilih yang sudah oke tidak diserang musuh dengan harga yang lebih tinggi. 

So, anda-anda sekalian! Janganlah heran dan cepat berdecak kagum. Jika saat hari pemilihan berlangsung, masyarakat nampak antusias tinggi. Arena pencoblosan dibanjiri ribuan massa. Lalu diberitakan tingginya  partisipasi masyarakat di pilkades. 

Oh, Tunggu dulu! Itu partisipasi semu. Tingginya partisipasi tergantung pada jumlah uang jalan kaki yang ditebar. Semain banyak uang jalan kaki didistribusikan semakin tinggi pula partisipasi masyarakat. Ini Rumus Pilkades! Boleh yakin atau tidak, silahkan dibuktikan.

Memang miris dan ironis melihat gambaran itu semua. Tapi ini sudah menjadi tradisi yang melekat bertahun-tahun. Sungguh sangat sulit untuk mencegah apalagi menghilangkannya. Praktek politik uang di pilkades sudah menjadi syarat kunci kemenangan. 

Deklarasi-deklarasi anti politik uang hanya menjadi sumpah serapah di panggung-panggung politik. Toh, aparat dan petugas yang berwenang pun tenang tenang saja ketika di depan mata praktek itu nyata terlihat. Bagi aparat dan petugas berwenang yang penting pelaksanaan kondusif, tertib dan lancar jaya. Itu saja kok yang ada di pikiran orang-orang itu. Tanpa pernah peduli dengan amplop-amplop yang berseliweran. Padahal memliki wewenang untuk bertindak mencegah hal tersebut.

Oleh karenanya, jika kelak sudah terpilih kepala desanya. Warga desa jangan pernah menggerutu, tidak boleh mencak-mencak, dilarang teriak-teriak kayak demonstran jika tidak sesuai harapan. Jangan salahkan sang klebun (red: Kades) jika jalannya cepat rusak dan bolong-bolong, jembatan tidak dibangun, bantuan kemiskinan tidak pernah sampai, ngurus KTP dan KK harus ngongkos serta lainnya. 

Sekali lagi, Jangan salahkan sang Klebun jika hingga lima sampai sepuluh tahun kondisi desa tidak ada perubahan. Kemiskinan masih mendera dimana-mana, pembangunan jalan di tempat, layanan tersendat-sendat dan mahal. Lima hingga sepuluh tahun, Justru yang berubah kondisi sang klebun  dengan mobil baru dan istri barunya. Eitttt.!. Ingat-ingat Itu, wahai warga desa yang budiman dan selalu sabar!.

Kiranya cukup sekian dulu, hanya ini yang bisa ditulis. Sebagai penulis mampunya hanya mengingatkan saja tidak bisa melakukan banyak hal. Pada warga desa pesan penulis satu, Dalam disiplin ilmu fiqih, ada sebuah kaidah yang berbunyi “Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus diserahkan kepada kemaslahatan”. Silahkan direnungkan!

Sebagai warga Sampang, Penulis berharap gelaran Pilkades serentak tanggal 21 November 2019 nanti bisa berjalan adem, karena Uang Jalan Kaki itu Panas! Sekian dan terima kasih.

*Penulis adalah Ketua Lakpesdam PCNU Sampang

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 3 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

12 Pelajar Asal Madura Berhasil Lulus di Universitas Al Ahgaf Tarim, Berikut Kesan dan Pengalamannya

1 June 2024 - 12:38 WIB

BURUNG GOSONG KAKI MERAH DARI SAOBI, MADURA

12 May 2024 - 06:26 WIB

BELANGKAS YANG SETIA: JAGALAH KESETIAANNYA

12 May 2024 - 06:20 WIB

Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphure Abboti) : Satwa Endemik Pulau Masakambing – Sumenep Yang Kini Tercancam Punah

21 March 2024 - 12:39 WIB

Kerupuk Teripang ‘Rung-terung’ dan ‘blonyo’: Sisa Kearifan Tradisional Madura?

6 March 2024 - 07:58 WIB

Potensi Keracunan Makanan Pada Saat Udara Panas dan Perlindungan Pada Anak-anak Sekolah

9 October 2023 - 13:13 WIB

Trending di KELAKAR