Oleh :Fauzin, S.H., LL.M*
KELAKAR, Lingkarjatim.com – Beberapa Desa di Kabupaten Sampang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Tahapannya masuk dalam tahap penetapan Bakal Calon menjadi Calon. Jumlah bakal calon di tiap-tiap Desa beragam dan bahkan ada yang jumlahnya lebih dari 5 bakal calon dalam satu desa. Padahal, berdasarkan ketentuannya bahwa bakal calon untuk satu desa paling sedikit berjumlah dua dan paling banyak berjumlah lima.
Ketika dalam Satu Desa terdapat lebih dari 5 bakal calon, maka dalam proses penetapan dari bakal calon untuk menjadi calon yang jumlahnya lima, harus dilakukan seleksi tambahan. Sebagaimana yang terjadi di Desa Batu Karang, Rapa Laok, Tambelangan, Banjar Talela, dan Banyuates, juga telah melakukan seleksi tambahan sebagai bagian dari proses untuk menetapkan calon dengan jumlah sesuai ketentuan. Konsekuensi dari adanya pembatasan jumlah maksimal adalah lima calon, maka akan ada yang digugurkan menjadi calon ketika jumlah bakal calonnya lebih dari lima. Sehingga dalam tahap penetapan bakal calon menjadi calon berpotensi memunculkan protes dari pihak atau bakal calon yang tidak lolos atau tidak ditetapkan menjadi calon, sebagaimana yang telah terjadi di sampang.
Penyelenggaraan seleksi tambahan di Kabupetan sampang mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 dan untuk Kabupaten Sampang sendiri telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 serta Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2019 sebagai dasar penyelenggaraan Pilkades serentak tahun 2019. Ketentuan yang terdapat pada Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 sama persis dengan ketentuan yang terdapat dalam Perda baik yang nomor 1 tahun 2015 maupun dengan Perda nomor 3 tahun 2017. Akan tetapi, dalam Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2019, ternyata rumusannya berbeda baik dengan permendagri maupun dengan perda tersebut. Untuk lebih mudah melihat perbedaan kriteria seleksi tambahan, maka dapat dibaca sebagaimana yang tertuang dalam tabel berikut ini:
Nampak terdapat perbedaan pengaturan terkait dengan kriteria dalam seleksi tambahan antara permendagri, perda dan perbup. Kriteria seleksi tambahan dalam permendagri terdiri dari:
- pengalaman bekerja di lembaga pemerintahan,
- tingkat pendidikan,
- usia dan
- persyaratan lain yang ditetapkan Bupati/Walikota
Sementara ketentuan terkait kriteria dalam seleksi tambahan yang diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2017 terdiri dari:
- pengalaman bekerja dilembaga pemerintahan paling sedikit 1 (satu) tahun;
- tingkat pendidikan tertinggi; dan
- usia termuda.
Berikut ketentuan terkait kriteria dalam seleksi tambahan yang diatur Perbup Nomor 31 Tahun 2019 terdiri dari :
- pengalaman bekerja di Lembaga Pemerintahan paling sedikit 1 (satu) Tahun,
- Tingkat Pendidikan Tertinggi,
- Usia Termuda
- Tes Tulis dan
- Wawancara.
Terdapat tiga kriteria yang sama dalam ketiga peraturan tersebut, yaitu kriteria pengalaman bekerja dilembaga pemerintahan, tingkat pendidikan tertinggi, dan usia termuda. Pada Perbup muncul dua kriteria yang tidak ada baik dalam permendagri maupun dalam perda, yakni kriteria tes tulis dan wawancara. Penambahan dua kriteria dalam perbup ini menarik untuk ditelaah. Perbup dari sisi hierarki peraturan perundang-undangan kedudukannya dibawah Perda dan dibawahnya Permendagri. Konsekuensinya, seharusnya isi perbup adalah untuk melaksanakan atau untuk menindaklanjuti dari peraturan yang lebih tinggi. Terlihat jelas bahwa munculnya kriteria tes tulis dengan tes wawancara ini bertentangan dengan ketentuan terkait kriteria seleksi tambahan yang diatur baik dalam Permendagri maupun perda. Perbup seharusnya mengatur lebih lanjut dari ketentuan yang terdapat dalam Perda maupun peraturan yang lebih tinggi.
Selain ada penambahan kriteria, dalam perbup juga mengatur mengenai pembobotan dari masing-masing kriteria secara beragam. Kriteria Pengalaman bekerja di Lembaga Pemerintahan memiliki prosentase bobot 15%, Kriteria Tingkat Pendidikan memiliki prosentase bobot 10%, Kriteria Usia memiliki prosentase bobot 5%, Kriteria Tes Tulis memiliki prosentase bobot 45% dan Kriteria Tes Wawancara memiliki prosentase bobot 25%. Bobot terbesar adalah kriteria tes tulis dan yang berikutnya adalah wawancara. Bobot dari tes tulis dan wawancara lebih tinggi jika dibandingkan dengan tiga kriteria lainnya.
Untuk kriteria pengalaman dalam pemerintahan hanya 15% dan lebih rendah lagi untuk tingkat pendidikan yang hanya 10%. Kriteria tes wawancara yang tingkat subyektifitasnya tinggi (indikatornya tidak pasti) karena semua sangat tergantung pada penilaian dari pewawancara diberi bobot yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengalaman dalam pemerintahan dan tingkat Pendidikan. Padahal, kriteria pengalaman dalam Lembaga pemerintahan dan juga tingkat Pendidikan ini lebih terukur dan jelas indikatornya.
Dengan demikian menjadi jelas dan tegas bahwa kriteria tes tulis dan wawancara dalam seleksi tambahan tiba-tiba muncul dalam perbup dan tanpa landasan. Perbup tidak boleh berisi sesuatu yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi kedudukannya dan mengatur sesuatu yang bukan karena tindak lanjut dari peraturan yang lebih tinggi serta kewenangan yang melekat pada Bupati.
*Ketua Pusat Penelitian dan Inovasi Hukum, HAM dan Kebijakan Publik
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.