SURABAYA, Lingkarjatim.com – Provinsi Jawa Timur menetapkan status darurat siaga bencana hidrometeorologi. Status darurat itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim No. 188/650/KPTS/013/2019, berlaku sejak tanggal 16 Desember 2019 hingga 150 hari kedepan di seluruh Jatim.
“Karena itu seluruh Kepala BPBD dan kepala daerah diharapkan bersiaga dalam penanganan bencana hidrometeorologi, yang berpotensi terjadi dalam beberapa bulan ke depan,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Suban Wahyudiono, dikonfirmasi, Kamis (26/12/2019).
Suban mengatakan, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sebelumnya telah mengeluarkan surat imbauan, kepada seluruh kepala daerah untuk menyiapkan segala potensi antisipasi bencana alam. Apabila nantinya terjadi bencana meteorologi, kata Suban, status itu akan ditingkatkan menjadi status darurat bencana.
“Dengan adanya antisipasi ini, diharapkan Jatim dalam kondisi siap menghadapi bencana hidrometeorologi. Selain itu, kami juga mengharapkn doa dari para ulama dan santri agar Jatim aman dari bencana alam,” ujarnya.
Berdasarkan pemetaan BPBD Jatim, ada 22 kabupaten/kota di Jatim rawan bencana hidrometeorologi, jelang puncak musim hujan pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020. Di mana pada musim hujan itu biasa terjadi bencana banjir dan longsor.
Daerah rawan banjir umumnya didominasi oleh luapan sungai di sekitarnya. Seperti Sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa membanjiri wilayah Bojonegoro, Magetan, Ngawi, Madiun, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya.
Sedangkan potensi banjir akibat luapan Sungai Berantas meliputi Malang Raya, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya. Sementara daerah rawan longsor dan banjir rob meliputi Probolinggo, Bondowoso, Lumajang, Situbondo, Banyuwangi, dan Jember.
Kemudian di Pasuruan, banjir berpotensi diakibatkan meluapnya Sungai Welang. Sementara di Madura disebabkan dampak luapan Sungai Kemuning yakni wilayah Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. “Daerah-daerah ini setiap tahunnya langganan banjir, dan banjir bandang,” kata Suban.
Bencana hidrometeorologi lainnya adalah longsor. Potensi bencana ini biasa terjadi di wilayah Jombang, Ponorogo, Kediri, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Batu, dan Pacitan. Di daerah tersebut terdapat pegunungan dan bukit-bukit yang kerap longsor saat musim hujan.
Suban mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan BPBD, Pemerintah Daerah (Pemda), dan pihak-pihak terkait seperti Basarnas, Tagana, Tim SAR, PMI, dan TNI-Polri untuk mengantisipasi potensi bencana. Kemudian membentuk lembaga-lembaga penanggulangan bencana, baik dari pemerintah maupun swasta.
“Kami berharap peran aktif masyarakat bersinergi dengan pemerintah daerah, maupun provinsi dalam penanganan bencana alam. Disamping itu juga sudah kami siapkan jalur evakuasi, lokasi evakuasi dan titik-titik penampungan pengungsi,” kata Suban. (Amal Insani)