BANGKALAN, Lingkarjatim.com- Puluhan masyarakat Desa Gili Anyar, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, mendatangi Kantor DPRD setempat untuk melakukan audiensi dengan anggota Komisi A. Audiensi yang dilakukan di gedung DPRD Bangkalan itu, terkait sistem scoring bagi Bacakades yang jumlahnya lebih dari lima orang pada satu desa.
Warga menilai sistem scoring dapat memicu konflik. Pasalnya, terdapat calon-calon “kacangan” yang disiapkan untuk menggugurkan calon lain demi menguntungkan calon lainnya.
“Saya keberatan kalau ada calon-calon kacangan, karena itu berpotensi memicu konflik,” ucap Kasim, selaku korlap warga.
Mereka berharap, dengan dibatalkannya sistem scoring, pasca pemilihan akan muncul pemimpin yang membawa perubahan bagi desanya. Bukan pemimpin yang lahir karena manipulasi akibat memanfaatkan sistem scoring tersebut.
“Saya berharap nantinya setelah pemilihan lahir pemimpin yang bisa membawa lebih maju,” tuturnya.
Menanggapi keluhan dari masyarakat tersebut, Ha’i Molabama, selaku Wakil Ketua Komisi A, menyampaikan bahwa argumen yang disampaikan peserta audiensi itu hanya praduga, dan belum bisa di pastikan.
Pihak komisi A akan menunggu pendaftaran di tutup, ketika sudah di tutup nantinya komisi A akan memeriksa apakah ada ditemukan pelanggaran atau tidak. Jika ditemukan pelanggaran, maka bakal calon yang melanggar akan di diskualifikasi.
“Kan masih praduga belum bisa memastikan, tunggu pendaftaran di tutup nanti baru akan di ketahui,” ucap Ha’i.
Ha’i mengaku memaklumi fenomena banyak calon dalam Pilkades serentak kali ini. Ha’i menilai, selama proses pencalonan Bacakades tersebut tidak menyalahi aturan, maka hal itu tidak perlu dipersoalkan.
“Itu konsekuensi dari aturan, dimana aturannya minimal 2 maksimal 5, ketika lebih dari lima maka akan di seleksi dari tingkat pendidikan, usia, pengalaman kerja dan uji kompetensi,” tegasnya.
Ha’i menegaskan tidak bisa memastikan calon yang mendaftar itu hanya demi kepentingan calon lainnya, sebab semua itu harus mengacu pada hukum.
“Siapa yang bisa memastikan calon si a, si b, dan si c, itu gak benar dari mana, jangan berdasarkan asumsi hukum ya hukum,” pungkasnya. (Muhidin)