SUMENEP, Lingkarjatim.com — Jembatan di Desa Bancamara, Pulau Gili Iyang, Kecamatan Dungkek sudah mulai ambruk. Sebagian bangunan jembatan di bagian selatan Pulau Oksigen itu sudah mulai terpental dan jatuh.
Pantauan media ini di lokasi, jembatan yang membentang dari arah utara ke arah selatan itu, tidak semua pembangunannya selesai. Kabarnya, beberapa waktu lalu, PT Kolam Intan Prima, selaku pelaksana pembangunan jembatan dengan Anggaran Rp Rp 15.156.017.188 itu diputus kontrak. Padahal, sebelumnya sudah diberi perpanjangan waktu pengerjaan.
Selain itu, sejumlah besi yang terpasang pada tiang penyanggah jembatan itu sudah mulai berkarat. Tak hanya demikian, besi yang ditinggalkan dan tertumpuk di atas jembatan juga tak kalah karatnya.
Di bagian pangkal jembatan, tampak belum ada pengecoran bagian atas jembatan. Yang ada, hanya bagian tiang penyanggah yang sesekali terlihat saat air laut menyurut.
Anggota DPRD Sumenep, asal Pulau Gili Iyang, H. Masdawi mengatakan, pembangunan jembatan untuk pelabuhan yang bersumber dari APBD Sumenep tahun 2019 sekitar Rp 15 miliar ini dari awal memang sudah salah perencanaan.
Masdawi mengatakan, lokasi yang digunakan untuk pembangunan pelabuhan itu berbeda dengan rencana awal Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Diketahui, pembangunan jembatan itu merupakan bantuan keuangan (BK) Provinsi Jawa Timur terhadap Kabupaten Sumenep.
“Ini perencanaannya memang sudah salah dari awal. Karena di jembatan ini, angin dan ombak dari timur, selatan, dan dari barat itu sama besarnya,” katanya.
Ia menceritakan, awalnya, pembangunan pelabuhan direncanakan di Desa Banraas. Di desa itu, sudah ada pelabuhan, sehingga pembangunan pelabuhan yang baru tinggal melanjutkan saja.
Ia mengatakan, rencana itu sudah melalui survei dan tinjauan lapangan sebelumnya. Baik oleh pihak Pemprov Jatim, hingga kalangan jurnalis dari Surabaya. Bahkan, Masdawi mengaku memiliki dokumen awal perencanaan pembangunan pelabuhan tersebut.
“Saya juga heran, mengapa ketika bantuan keuangan dari Pemprov Jatim itu sudah ada, tiba-tiba lokasi pembangunannya berubah. Entah ini perencanaannya seperti apa, dan konsultannya siapa kok bisa di bangun di tempat yang tidak tepat seperti ini,” ungkap Politisi Demokrat itu.
Bukan hanya proses pembangunan, legalitas tanah yang ada di pangkal pelabuhan itu juga dipertanyakan. “Tanah yang ada di pangkal pelabuhan ini milik siapa kan tidak jelas, milik warga atau milik Pemkab Sumenep,” tanyanya.
Informasi yang diperoleh media ini dilapangan, sejauh ini, disamping pembangunan jembatan yang belum selesai, memang belum ada kapal atau perahu yang bersandar. Jembatan dengan anggaran miliaran rupiah itu kadangkala hanya dijadikan tempat mancing ikan oleh warga setempat.
“Ini jangan dianggap enteng. Belum digunakan, bagian dari pelabuhan ini sudah ada yang roboh. Ada apa?, kalau dibiarkan begini, bisa saja nanti dari ujung sampai pangkal ini juga ikut roboh diterjang ombak,” ungkapnya.
Sementara itu, sebelumnya Kabid Prasarana Dishub Sumenep Dadang menjelaskan, kualitas teknis dari pekerjaan jembatan itu dipastikan sudah sesuai dengan perencanaan yang ada. Versi Dishub, jembatan pelabuhan itu ambruk lantaran lepasnya pengunci.
“Soal kualitas sudah kami lakukan lab di awal, dan itu sudah sesuai semua. Tidak ada masalah,” katanya.
Soal Ambruk, menurut Dadang, itu lantaran penguncian tiang penyangga ke Jembatan lepas. Sehingga, menyebabkan jembatan roboh.
“Tidak maksimal, waktu mepet. Sementara rekanan sudah diputus kontrak. Akhirnya begitu,” katanya saat dihubungi media melalui sambungan telepon. (Abdus Salam)