Pola pendekatan atau metode yang digunakan untuk memaknai Turost, Hasan Hanafi menawarkan sebuah kaidah Ushul “Almuhafadlah ‘ala qaadimis al-shalih, wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah” (Menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang relevan).
Yakni, warisan-warisan baik yang ditinggalkan, dilestarikan, dirawat dan diramut. Misalkan perkembangan zaman menuntut modifikasi, kita sesuaikan dengan tantangan zaman dan konteks, kebutuhan situasi.
Mbah Kholil mewariskan kita spirit keilmuan yang sangat luar biasa sebagaimana sudah diceritakan. Jika dulu Mbah Kholil perlu jauh menyambangi negara luar untuk bisa mengakses ilmu, di era kekinian dapat lebih mudah dengan adanya internet, teknologi dan sebagainya apabila ilmu yang dituju tidak bisa diakses secara langsung misalkan di bangku sekolah atau kampus.
Salah satu faktor rendahnya pendidikan di Bangkalan, selain perekonomian yang bisa diselesaikan dengan beasiswa yang melimpah, yaitu tingkat kesadaran.
Karena ini berbicara pendidikan maka perlu kiranya mengutip dari salah satu tokoh pendidikan dunia, yaitu Paulo Freiere. Freire menjelaskan klasifikasi kesadaran ada tiga; kesadaran Magis, kesadaran Naif, kesadaran Kritis.
Kesadaran magis yaitu kesadaran yang hanya pasrah pada kondisi yang diyakini adalah pemberian tuhan. Kesadaran Naif yakni kesadaran yang menyadari perlunya perubahan, akan tetapi enggan untuk mewujudkannya. Sedangkan kesadaran kritis adalah tingkat kesadaran tertinggi, yang tidak hanya sadar akan perubahan pada situasi yang lebih baik, namun juga harus bergerak untuk mencapai target perubahan.
Demikian bisa kita identifikasi dalam bagian tertentu, misalkan di Bangkalan perkotaan masyarakat sudah masuk pada kesadaran kritis, sedangkan di pedesaan masih pada kesadaran magis dan naif. Ini sifatnya subjektif. Mari lanjut diskusi di warung kopi.