Poin penting dalam pesan ini adalah ilmu. Bagaimana juga Islam datang membawa spirit ilmu. Terbukti seruan yang turun pertama kali adalah “bacalah”. Dan diulang berkali-kali dalam banyak ayat seruan untuk “berpikir”.
Perjalanan Mbah Kholil ke berbagai Negara menjadi cambuk buat penulis sebagai bagian dari masyarakat Bangkalan. Bahwa penulis tidak ingin menuduh siapa, melainkan terhadap diri penulis sendiri yang sangat lemah dalam ilmu pengetahuan. Demikian juga masyarakat Bangkalan secara umum sangat rendah kesadaran pentingnya pendidikan.
Jika kita mengaca pada sejarah peradaban dunia, instrumen paling penting adalah ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Islam menjadi pelaku, Subjek yaitu pada masa kejayaan Kholifah Abbasiyah, yang pada dekade selanjutnya peradaban beralih ke Barat dan sampai saat ini yang kita kenal dengan konten Globalisasi dan Digitalisasi. Tidak lain ini adalah kepanjangan tangan dari ilmu pengetahuan yang kemudian melahirkan teknologi.
Kesadaran ini sudah dibaca sejak dulu oleh Mbah Kholil. Penulis meyakini, perjalanan jauh Mbah Kholil untuk menimba ilmu tidak lain adalah ingin membangun peradaban Bangkalan.
Berbicara soal warisan atau Turots, penulis jadi teringat sosok Hasan Hanafi, pelopor Teologi Pembebasan. Hasan Hanafi dalam upaya revolusinya di Mesir menggunakan selogan Turots Wa Tajdid (Warisan dan Perubahan).
Menurut Hasan Hanafi, memaknai Turots tidak sesederhana, yaitu benda mati, peninggalan terdahulu yang terkoleksi di perpustakaan, atau museum. Akan tetapi Turost merupakan elemen budaya, kesadaran berfikir dan potensi yang hidup. Turats merupakan dasar argumentasi yang membentuk World View (Pandangan dunia) serta membimbing generasi mendatang dan menjadi tanggung jawab terhadap generasi selanjutnya.