Pemberian opini terhadap hasil pemeriksaan laporan keuangan salah satunya adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), ini adalah opini tertinggi yg diberikan oleh BPK.
Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material.
Opini atas laporan keuangan disusun dengan mempertimbangkan 4 (empat) kriteria, yakni kesesuaian laporan keuangan dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan), kecukupan pengungkapan sesuai SAP, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta efektivitas SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah).
Sebagian kementerian, lembaga termasuk kepala daerah sangat mendambakan bahkan bangga capaian dengan opini WTP yang diterima tiap tahun, bahkan kadang ada praktek yang tidak baik dalam proses memperoleh opini WTP, kasus di Kemendes tahun 2018 dan kasus terakhir adalah OTT KPK terhadap Bupati Bogor dengan kasus suap untuk memperoleh WTP.
Tidak salah jika masyarakat menyimpulkan “ada harga untuk opini WTP”. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Menkopolhulam, Mahfud MD.
Bagaimana dengan Pemprov Jawa Timur? Sampai saat ini, Pemprov Jatim masih bertahan dengan opini WTP-nya, sejak kepemimpinan Pakde Karwo (Soekarwo) hingga masanya Khofifah Indar Parawansa yang sejak APBD 2018 sampai dengan APBD 2020 selalu memperoleh WTP.
Meskipun demikian, jika kita membaca LRA di LHP BPK TA 2018 s.d 2020 selalu ada temuan dan catatan penting yang harus kita cermati, terutama dalam tatakelola dana hibah Pemprov Jatim yang jumlah sangat fantastis tiap tahun mulai dari 8-9 T.
Penerima hibah yang dicairkan melalui APBD 2018 total ada sebesar Rp 1.312.047.147.600 atau 1.3 T yang belum menyerahkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Sedangkan di APBD 2019 Tercatat per 17 Maret 2020 ada 11 SKPD di lingkungan Pemprov Jatim yang belum menyetorkan laporan pertanggung jawabannya senilai Rp 2.9 Triliun. Dan yang paling membuat kita malu adalah temuan LHP BPK di APBD 2020, dugaan korupsi danah hibah pokmas di Dishub Jatim senilai 40,9 Miliar yg saat ini sedang diproses hukum oleh pihak kejaksaan.
Menurut saya pribadi, pemberian opini WTP oleh BPK RI di APBD 2020 terkesan dipaksakan karena ada temuan yang cukup fantastis. Anehnya DPRD Jatim diam saja, seharusnya jika membaca Tatib Dewan, bisa dibentuk Pansus setelah diterimanya LHP BPK dengan kasus dugaan kerugian 40,9 Miliar tersebut.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana nasib opini laporan keuangan APBD 2021, apakah akan memperoleh WTP kembali? Kita serahkan sepenuhnya kepada BPK RI perwakilan Jawa Timur. Saya pribadi pesimis karena temuan demi temuan sejak APBD 2018, 2019 dan 2020 menjadi Pekerjaan Rumah dan bahan pertimbangan yang luar biasa bagi BPK RI.
Saya berharap semua harus profesional jangan sampai ada upaya atau lobi2 pengkondisian seperti di Kabupaten Bogor yang menyebabkan terjadinya OTT, saya khawatir KPK turun tangan karena kasus dugaan korupsi hibah pokmas di Dishub menjadi perhatian serius KPK. Jangan sampai ada open penyelidikan apalagi OTT gara-gara ingin meraih opini KPK.
*Anggota Komisi E DPRD Jatim Dari Fraksi Bintang Hati Nurani