Tinggal beberapa bulan lagi masyarakat Indonesia serentak melakukan penyelenggaraan pemilu, pemilihan presiden, dan pilkada digelar secara serentak pada 2024. Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan presiden, serta pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD I dan II, digelar pada 14 Februari 2024. Sementara pemilihan kepala daerah digelar secara serentak pada November 2024.
Ibarat sebuah pertandingan olahraga, kontestasi pemilu mempunyai pemain, yakni partai-partai politik. Partai politik akan berkontestasi dengan parpol lainya yang ditengai oleh Bawaslu sebagai wasit dan KPU sebagai panitia. Dalam pertandingan tersebut terdapat aturan main (rule of the game), yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan KPU, dan UU No 10/2016 tentang Pilkada, dan aturan lainnya. Setiap partai peserta pemilu, atau pilpres, dan pilkada harus patuh/taat terhadap aturan yang berlaku. Begitu pula wasit, harus tegas dan berwibawa. Itu penting karena kalau wasit tidak independen dan berwibawa, misalnya, bisa timbul konflik antar pendukung partai (supporter)
KPU secara resmi telah menetapkan 18 partai politik peserta Pemilu 2024, Ada sembilan partai yang mempunyai wakil di DPR dan delapan partai yang lolos verifikasi faktual. Penetapan itu menunjukkan partai politik yang akan ikut kontestasi pesta demokrasi lima tahunan. Partai yang mempunyai wakil di DPR yaitu PDI-P, Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS, dan NasDem. Sementara partai yang tidak mempunyai wakil di DPR, tetapi lolos verifikasi faktual yaitu PSI, Perindo, Partai Garuda, Partai Gelora, PKN, Hanura, PBB, dan Partai Buruh.
Tahapan pemilu kini telah sampai pada tahap pencalonan DPR, DPRD I dan II, partai politik berbondong bondong mendaftarkan ke Komisi pemilihan Umum untuk mendaftarkan Kader terbaiknya untuk menjadi wakil rakyat. Berbagai peraturan dan teknis pendaftaran telah diterbitkan dan disosialisasikan oleh KPU maupun Bawaslu.
namun demikian ada persoalan yang menjadi fokus pembahasan kali ini terutama mengenai kepala desa aktif yang ikut mendaftarkan diri untuk maju menjadi wakil rakyat di parlemen.
Tentu menjadi sebuah pilihan sulit bagi kepala desa untuk melepaskan jabatanya demi menjadi calon legislatif, manakala jabatan yang sudah didapat menghabiskan biaya yang tidak sedikit, sedangkan peluang atau kesempatan untuk menjadi anggota dewan cukup memungkinkan dengan melihat sukses story dalam pemilihan kepala desa.