Selain itu, mantan teroris ini juga bercerita pengalamannya saat masuk aliran dengan menganut paham radikal.
“Saya diperiksa dulu, takut intelejen polisi. Setelah itu, baru dibaiat dan didoktrin. Biasanya, ajaran radikal disampaikan di tempat-tempat tertutup,” lanjutnya.
Bahkan dirinya juga menyatakan bahwa dirinya sudah mengetahui tata cara pembuatan bom, dan siap melakukan operasi.
“Cuma saya tidak sempat operasi, karena keburu ditangkap,” akunya.
Maka dari itu, dirinya berharap pengalaman pahit yang dialaminya tidak dialami oleh para peserta yang hadir pada kesempatan tersebut, karena menurutnya paham radikalisme sangat membahayakan.
Dirinya berharap kepada seluruh masyarakat pada umumnya dan para khatib yang hadir pada kegiatan tersebut bisa lebih bijak menyikapi sosial media di era digital seperti saat ini untuk tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum dipastikan kebenarannya.
“Saya berharap khatib-khatib di Indonesia, khususnya di Bangkalan lebih bijak lagi menyikapi media sosial, karena mereka menjadi penyampai apa yang mereka baca, setidaknya kalau kita bijaksana menggunakan sosial media tentu kita akan menjadi juru damai,” Pungkasnya. (Muhidin/Hasin)