SIDOARJO, Lingkarjatim.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F- PKB) DPRD Sidoarjo kalah voting pada rapat badan anggaran (Banggar) yang digelar, Sabtu malam (30/11/2019) sekitar pukul 23.30 WIB.
Dengan disetujuinya APBD Tahun 2020 ini, ada pil pahit yang dirasakan F-PKB dengan jumlah anggota terbesar yakni 16 kursi itu. Apalagi dari 25 anggota Banggar, 6 diantaranya anggota Fraksi PKB.
Namun F-PKB kalah dalam voting itu. Yakni 11 PKB dan 14 fraksi lainnya di dalam pembasahan soal mencantolkan anggaran Rp 120 miliar untuk pembangunan RSUD Barat. Hal ini menunjukkan PKB ditelikung sejumlah fraksi lain yang sejak awal berkoalisi.
“Apa pun yang terjadi dalam Rapat Banggar semalam, itu dinamika politik anggaran. Kami menilai sangat sarat muatan politisnya. Ini sarat dengan tahun politik tahun Pilkada agar seolah-olah program partai berkuasa tidak sukses alias gagal,” kata Ketua Fraksi PKB, Abdillah Nasih, Minggu (01/12/2019) di ruang FPKB DPRD Sidoarjo saat jumpa pers.
Nasih, memaparkan jika tugas Banggar itu ada tiga. Yakni membahasa anggaran sesuai visi dan misi sesuai RPJMD, mengcover kebutuhan anggaran yang urgen serta terakhir soal kepentingan politik. Bagi dia, dalam rapat Banggar sebelum paripurna itu, dianggapnya terlalu banyak muatan politisnya.
“Dalam pembahasan tidak salah, tapi rapat Banggar itu tidak lazim karena ada voting. Ini presiden tidak baik. Kalau semua pembahasan anggaran harus divoting dan tidak ada yang mengalah, justru yang ada jalan buntuh. Karenanya untuk mengurai kebuntuhan tidak akan selesai, kami memastikan usai rapat Banggar langsung paripurna itu,” paparnya.
Bagi Nasih sapaan akrabnya, adanya kekuatan anggota Banggar mencantolkan anggaran Rp 120 miliar untuk RSUD Barat, memicu program lain untuk warga Sidoarjo tak bisa direalisasikan. Misalnya anggaran Universal Health Coverage (UHC) senilai Rp 172 miliar, hanya disetujui Rp 28 miliar. Kemudian anggaran menaikkan gaji Tenaga Harian Lepas (THL) dari Rp 1,9 juta sampai tertinggi Rp 2,7 juta per bulan, tidak dapat persetujuan dan tak bisa dinaikan untuk Tahu n2020 mendatang. Begitu juga untuk anggaran intensif guru qiro’a atau tilawah juga tak mendapatkan persetujuan.
“Apa pun yang terjadi pemahasan semalam, kami tetap legowo. Karena dengan disahkannya APBD 2020, berarti dalam pembahasan anggaran PKB mempertimbangkan nasib 2 juta warga Sidoarjo. Kalau tak ada persetujuan APBD maka pakai Perkada tak ada pembangunan yang ada hanya belanja langsung saja,” imbuhnya.
Dhamroni Chudlori yang juga hadir di ruang FPKB mengakui rapat Banggar terlalu politis. Dia membuktikan jika selama ini digembar-gemborkan membangun RSUD Barat cukup menggunakan anggaran Rp 90 sampai Rp 100 miliar, tetapi saat dicantolkan Rp 100 miliar fraksi lainnya menolak. Padahal, sisanya Rp 20 miliar bisa digunakan untuk anggaran lainnya misalnya tambahan dana UHC dari yang disetujuo Rp 28 miliar menjadi Rp 48 miliar.
“Kami kurangi dana RSUD Barat Rp 20 miliar untuk UHC tinggal Rp 100 miliar ini, karena kami yakin kalau skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) disetujui anggaran itu tak terpakai. Seluruh rekomendasi komisi dan fraksi PKB dihapus (delete). Kami mencoba legowo, begitu juga Bupati juga legowo. Kalau tak legowo semua ngotot tak ada paripurna pengesahan APBD 2020. Pertimbangan kami tak mau mengorbankan warga Sidoarjo,” kata Dhamroni Memungkasi.(Imam Hambali)