BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Salah seorang dokter di RSIA Glamour Husada Kebun, Kecamatan Kamal, dr Surya Haskara disebut telah melanggar kebijakan dan kesepakatan yang dikeluarkan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) terkait batas maksimum pemberian uang transportasi pengiriman pasien.
Dalam kesepakatan itu, pemberian uang transportasi untuk tenaga kesehatan yang merujuk pasien ke tempat praktik anggota POGI maksimal Rp 500 ribu.
Seperti diberitakan slah satu media sebelumnya, RSIA Glamour Husada Kebun, tempat dr Surya Haskara bekerja disebut telah memberikan uang transportasi kapada bidan yang merujuk pasien dari Kecamatan Arosbaya melebihi dari kesepakatan tersebut. Yakni, Rp 2 juta dengan rincian Rp 500 ribu dimasukkan di dalam amplop dan Rp 1,5 juta lainnya diberikan secara langsung. Sehingga kejadian itu dilaporkan kepada POGI Cabang Surabaya Komisariat Madura Koordinator Bangkalan.
Dari laporan itu, POGI Cabang Surabaya Komisariat Madura Koordinator Bangkalan mengeluarkan rekomendasi pencabutan atau pembekuan SIP dr. Surya Haskara ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Bangkalan.
Namun dr Surya Haskara membantah tudingan tersebut dan merasa keberatan atas dikeluarkannya surat rekomendasi pencabutan SIP-nya oleh POGI. Hal itu disampaikan melalui kuasa hukumnya, Bachtiar Pradinata saat menggelar konferensi pers dengan sejumlah media.
Mewakili kliennya, Bachtiar mengatakan, rumah sakit maupun dr Surya Haskara merasa keberatan karena yang bersangkutan tidak pernah merasa melakukan tuduhan yang disampaikan oleh POGI Bangkalan.
Selain itu, dia juga mengatakan, kliennya maupun rumah sakit tidak pernah dilakukan klarifikasi atau dipanggil oleh POGI Bangkalan sebelum mengeluarkan surat rekomendasi tersebut.
“Seharusnya secara aturan atau mekanismenya POGI Bangkalan memanggil dulu yang bersangkutan atau terlapor dan dipertemukan kedua belah pihak apakah hal itu terjadi, ketika kedua belah pihak sudah didengar dan dilihat bukti-buktinya benar, barulah dibuatkan rekomendasi,” katanya, Rabu (20/10/2021).
Bachtiar juga menilai POGI Bangkalan salah dalam mengeluarkan surat rekomendasi. Sebab menurutnya, setelah melihat surat kesepakatan POGI yang dibuat pada tanggal 11 September 2021 pada angka 2 bukan pencabutan akan tetapi pembekuan. Sementara surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh POGI Bangkalan adalah rekomendasi pencabutan SIP.
“Dalam kamus bahasa Indonesia atau bahasa hukumnya juga antara pencabutan dan pembekuan itu berbeda, sehingga kami menilai Bangkalan salah dalam mengeluarkan surat rekomendasi. Andai memang benar dokter ini melanggar, seharusnya rekomendasi pembekuan yang diajukan bukan pencabutan,” tambahnya.
Kalau pencabutan SIP, lanjut dia, seharusnya POGI Bangkalan mengacu kepada Permenkes nomor 2052 Tahun 2011 pasal 32 tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang mana disitu yang berhak memberikan rekomendasi adalah majelis kehormatan dokter Indonesia (MKDI).
“Sedangkan di sini POGI ini bukan MKDI yang berhak mengeluarkan rekomendasi untuk mencabut SIP dokter,” lanjutnya.
Untuk itu, dia meminta POGI Bangkalan untuk memanggil dokter dan rumah sakit serta bidan yang melaporkan guna dipertemukan dengan anggota POGI yang telah menandatangani surat rekomendasi tersebut.
“Sehingga persoalan ini jelas, siapa yang melaporkan, kapan dan dimana uang itu diberikan dan buktinya apa,” katanya.
Dia juga menegaskan, jika tuduhan ini tidak benar maka dia akan menempuh jalur hukum. Sebab, masalah tersebut telah merugikan pihak dokter maupun rumah sakit yang dituduh.
“Kalau POGI maupun bidan ini tidak bisa membuktikan klien kami ini memberikan uang yang dimaksud, maka kami akan laporkan secara pidana, tapi saat ini kami minta untuk membuktikan dulu,” ucapnya.
Sementara saat dikonfirmasi, Ketua POGI Cabang Surabaya Komisariat Madura Koordinator Bangkalan dr Muljadi Amanullah mengaku sudah melaporkan permasalahan tersebut ke POGI Cabang Surabaya.
“Maaf sudah saya laporkan POGI cabang Surabaya,” singkatnya melalui pesan WhatsApp. (Moh Iksan)