5.Kepala Desa menjadi korban kebijakan
Akibat terbitnya Peraturan Presiden tersebut, apabila Kepala Desa sebagai pemimpin rakyat Desa beserta perangkat Desa tetap melaksanakan APB Desa sebagaimana diamanatkan hasil Musyawarah Desa, akan berpotensi berhadapan dengan masalah hukum, sehingga seluruh Pemerintah Desa di Indonesia menjadi korban ketidakadilan anggaran.
6.Komitmen Desa Dalam Pemulihan Ekonomi

Tahun 2020 dan 2021 Desa telah terbukti memiliki kontribusi nyata dalam program Penanggulangan Covid 19 bahkan berada dibaris depan mendukung penuh program yang ditetapkan pemerintah, termasuk penggunaan Dana Desa untuk penanganan Covid dan Bansos dengan menunda program pembangunan prioritas Desa yang tujuannya adalah peningkatan kesejahteraan, pembangunan ekonomi masyarakat desa, infrastruktur desa, harapan besar 2022 Desa Kembali bisa membangun sesuai sasaran prioritas yang dihasilkan melalui musyawarah desa.
Atas hal-hal tersebut, APDESI menyampaikan sejumlah alasan terkait penolakan itu, seperti :
1.Revisi Perpres Rincian APBN 2022
Ketentuan Pasal 5 ayat (4) Perpres No. 104/2021 tentang Rincian APBN TA 2022 yang mengatur tentang penggunaan Dana Desa pada TA 2022, harus direvisi berdasarkan asas hukum rekognisi dan subsidiaritas dan kewenangan Desa dalam UU No. 6/2014 tentang Desa, sehingga Desa berwenang untuk mengatur dan mengurus Dana Desa sesuai hasil permusyawaratan di Desa.
2.Kembali ke Mandat Musyawarah Desa
Ketentuan Pasal 5 ayat (4) Perpres No. 104/2021 tentang Rincian APBN TA 2022 yang mengatur tentang penggunaan Dana Desa pada TA 2022, harus direvisi berdasarkan asas permusyawaratan dalam UU No. 6/2014 tentang Desa, sehingga Desa berhak, berwenang dan wajib melaksanakan hasil kesepakatan dalam Musyawarah Desa yang telah mencantumkan program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Desa dalam APB Desa Tahun Anggaran 2022.