Semangat belajar Mbah Kholil tercermin bagaimana beliau menyambangi beberapa negara yaitu, Makkah, Madinah, Uzbekistan, Yaman, Suriah, Mesir, Al-Jazair, Rusia dan India. Tidak lain tujuannya untuk belajar, menimba ilmu pengetahuan.
Ada pun sikap kedermawanan dan pluralisme Mbah Kholil dapat kita lihat kala beliau membagikan sembako dan uang setiap kali beranjak dari Masjid Jami’ (posisinya depan Alun-Alun Bangkalan). Pemberian ini tidak hanya ditujukan kepada umat Islam, melainkan juga kepada masyarakat non muslim di daerah Pecinan, Bangkalan yang notabenanya memang terdapat banyak non muslim disana.
Dari sekian pesan dan nilai yang Mbah Kholil ajarkan melalui perjalanan hidupnya, belum seutuhnya mampu merepresentasikan masyarakat Bangkalan saat ini. Contoh kasus, dalam aspek ilmu pengetahuan atau pendidikan, Bangkalan masih sangat rendah. Di beberapa daerah di Bangkalan ketimpangan pendidikan ini terjadi.
Selain itu, ketimpangan perekonomian juga sangat parah. Indikatornya tingkat pengangguran tinggi dan tingkat urbanisasi juga tinggi. Di samping memang masyarakat yang sudah kaya (Borjuis) tidak mewarisi kedermawanan untuk saling berbagi, juga instansi pemerintah sama sekali tidak dermawan, dalam arti penyediaan lapangan kerja sangat minim.
Jikalau diawal penulis sebut Mbah Kholil hanya menjadi objek tabarrukan, pada spek akhiratnya, mestinya juga kita bisa mengambil semangat Mbah Kholil dalam konteks duniawi.
Penulis menyimpulkan bahwa untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan atau akhirat, atau dunia dan akhirat secara bersamaan maka kuncinya adalah ‘ilmu’. Demikian pesan yang disampaikan Imam Syafi’i dalam pesannya:
“Barang siapa ingin mendapat (selamat) dunia, maka dengan ilmu. Barang siapa ingin mendapat (selamat) akhirat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa yang selamat dunia akhirat, yaitu dengan ilmu” (terjemahan ala penulis).