Tugas Kita; Orang Indonesia
Sekurang-kurangnya, ada tiga tugas besar yang perlu dilakukan. Pertama, jangan sampai radikalisme menjadi panglima dinegeri ini. Barangkali, dengan adanya pengalaman bangsa ini, atas tragedi kemanusiaan yang dipicu isu SARA cukup menjadi pelajaran berarti agar tidak terulang lagi. Kita perlu menegaskan itu dalam batin masing-masing, atasnama bangsa Indonesia memilih sikap keberagamaan yang ramah dan damai, cinta tanah air, menghargai perbedaan, dan menghormati kemanusiaan.
Kedua, menjauhkan radikalisme agama dari permainan politik, seperti yang terjadi saat Pilpres 2019. Kedepannya, tidak lagi menjadikan isu SARA sebagai alat meraih kekuasaan, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam dan demokrasi tentunya. Selain itu, dikarenakan isu SARA dapat menjadi pemantik sikap radikal yang melahirkan sikap intoleransi yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Yang ketiga, memperkuat subtansi Islam. Sebagaimana pandangan Gusdur dalam tafsirnya pada ayat al-Qur’an “udkhuluu fi al silmi kaffah” (masuklah kalian semua dalam kedamaian secara utuh), implikasi tafsir ini bahwa untuk menjadi muslim yang baik, seorang Muslim kiranya perlu menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran Islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan, menegakkan profesionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan ujian (Wahid, 2006).
Mengamalkan prinsip-prinsip di atas, tentu akan mendapatkan dirinya selalu damai dan tergerak menebar kedamaian. Kedamaian diri menjadikan seseorang selalu awas, dan senantiasa melakukan tabayyun dalam menanggapi setiap persoaalan, dan sudah barang tentu tidak gampang tergerus oleh isu sektarian, apalagi bertindak radikal dan bersikap intoleran terhadap orang lain yang mempunyai pikiran yang berbeda. Selebihnya, wallahu a’lam bi al-shawaab.
*Dosen STAI AL-Hamidiyah Bangkalan dan Direktur Konsensus Bhiruh Dheun