SUMENEP, Lingkarjatim.com – Pertanyaan ini akhirnya terjawab. Kenapa tidak ada warga Desa Banraas, Pulau Gili Iyang, Kecamatan Dungkek yang mau mendaftar sebagai Panitia Pemungutan Suara Pilkada Sumenep 2020. Ternyata karena Taruma.
Trauma itu dialami pada Pemilu 2019 lalu. Kepala Desa Banraas, Mathor menuturkan warganya trauma karena menjadi PPS melelahkan, apalagi honor yang didapat tak setimpal tenaga, biaya dan waktu yang dihabiskan.
Contohnya, kata Mathor, rapat panitia kerap mendadak, sementara semua PPS wajib hadir. Padahal lokasi rapat di daratan, sementara Banraas di pulau terpisah. Untuk hadir rapat, mereka harus menyewa kapal dengan biaya tak sedikit.
“Kadang rapat di PPK itu kan mendadak. Namanya bawahan ya harus berangkat. Kadang kan tidak ada perahu yang mau berangkat, jadi harus nyewa, harganya bisa mencapai Rp 750 ribu itu,” katanya, Rabu (04/03).
Mathor sebenarnya bisa saja menyuruh warganya mendaftar PPS, namun ogah dilakukan. Menurut dia, jika dirinya menyuruh maka ada resiko yang akan menjadi tanggungjawabnya.
“Kalau saya yang nyuruh masyarakat untuk mendaftar, terus nanti terjadi hal-hal seperti itu, siapa yang mau bertanggungjawab,” Mathor menambahkan.
Diberitakan sebelumnya, sejak pendaftaran calon PPS dibuka hingga ditutup oleh KPU Sumenep, bahkan setelah dilakukan perpanjangan waktu pendaftaran, namun dari Desa Banraas nihil pendaftar.
Untuk itu, KPU Sumenep akan bekerjasama dengan lembaga pendidikan, perguruan tinggi, hingga lembaga profesi untuk melakukan rekrutnen PPS di desa itu. Nantinya, mereka yang mendaftar tidak usah mengukuti tes, namun langsung wawancara. Metode ini juga sama bagi 54 desa lainnya yang tidak memenuhi kuota minimal pendaftar, yakni 2 kali kebutuhan, yaitu 6 orang.
“Di Gili Iyang masih ada 1 desa yang belum terisi, yaitu Desa Banraas. Kita akan bekerja sama dengan lembaga pendidikan terdekat untuk minta nama-nama untuk calon PPS,” kata Komisioner KPU Sumenep Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat, Rafiqi, Selasa (03/03) kemarin. (Abdus Salam)