SUMENEP–Lingkarjatim.com– Satu persoalan belum selesai, Indra Wahyudi, wakil ketua DPRD Sumenep dari Partai Demokrat kembali bikin cuitan kontroversi. Dia lagi-lagi menulis cuitan yang mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Cuitan itu dia tulis di kolom komentar facebooknya.
Sebelumnya, Ajimuddin, salah satu pengamat di Sumenep memberikan komentar terkait postingan Indra yang menyebut media “ecek-ecek” diakun facebooknya beberapa waktu lalu. Indra dianggap memiki etika komunikasi publik yang kurang baik.
Pasca Ajimuddin berkomentar disalah satu media online di Sumenep, Indra menulis komentar “nyinyir” terkait mantan aktivis Jogjakarta itu. Dia menulis sembari men tag akun facebook Ajumuddin, yakni Ajimuddin Elkayani.
Dalam tulisannya melalui akun facebook pribadinya Indra Wahyudi, dia menulis “Mukai kapan Ajimuddin Elkayani jadi pengamat?? Apa semenjak tidak kita pakai lagi di Demokrat?? Saya baru tahu kalo sekarang jadi pengamat hehehe”.
Atas cuitannya itu, Indra sendiri diduga melanggar AD/ART Partai Demokrat. Indra diduga melanggar AD/ART Partai Demokrat tahun 2015 yang ditanda tangani Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Dr. Hinca IP Pandjaitan XIII SH MH ACCS Bab I Pasal 5 tentang Etika Politik yang menyebutkan bahwa Etika Politik Partai Demokrat yaitu bersih, cerdas dan santun.
Atas cuitan Indra itu, Ajimuddin mengatakan, dirinya seakan menjadi korban komentar-komentar negatif dan merendahkan dari politisi Partai Demokrat itu. Indra seakan menyepelekan dia sebagai pengamat politik.
“Bahasa di sejumlah kolom komentar Indra Wahyudi itu menyimpan unsur merendahkan orang biasa dan mengagungkan jabatan,” tegas lelaki asal Kecamatan Ganding, Sumenep itu.
Menurutnya, Bahasa pada awalnya bersifat netral. Namun fikiran manusia memberinya muatan kepentingan bahkan sarat. Sehingga bahasa tidak saja merupakan alat komunikasi tetapi beralih menjadi media hegemoni untuk menundukkan dan menindas pihak lain dengan kekuasaan yang menyertainya.
“Sehingga apabila ada oknum pejabat yang tidak mampu memikul beban kekuasaannya sendiri, maka akan melahirkan bahasa-bahasa yang kurang teratur, ngos-ngosan dan terkesan jumawa,” terang dia.
Sementara, Pengamat Hukum, Rausi Samorano, mengatakan bahwa pimpinan harus luas dalam berfikir dan bijak dalam bersikap. Sebab, pimpinan DPRD bila mana mendapatkan suara terbanyak, tak berarti lepas kontrol dari masyarakat atau media.
“Pemimpin tak boleh jumawa karena sudah dipilih oleh rakyatnya dengan suara terbanyak. Pengawasan, penilaian langsung oleh dan dari rakyat itu penting,” kata Pengamat Hukum, Rausi Samorano kepada wartawan.
Sebelumnya, Status Facebook, Wakil Ketua DPRD Sumenep, Indra Wahyudi, dari Fraksi Partai Demokrat, menyebutkan media “ecek2” yang cenderung mendiskreditkan dalam setiap pemberitaannya tak akan mengalahkan popularitas dirinya di mata masyarakat.
Kata Indra media “ecek-ecek” yang dia maksud adalah media yang tidak jelas identitasnya. Termasuk badan hukum media tersebut. Selain itu, kata Indra yang dia maksud dengan media “ecek-ecek” itu adalah kriteria media yang sering menyebarkan berita bohong.
Sayangnya, ketika ditanya identitas media yang dimaksud, Indera enggan menyebutkannya. Kata dia, itu menjadi konsumsi pribadinya.
“Media-media yang keberadaannya tiba-tiba ada, satu minggu ada, satu minggu tidak ada. Saya berharap, kemudian tidak ada media yang seperti itu. Dalam tanda kutip, media ecek-ecek yang saya sebut disini adalah pertama, legalitas kelembagaannya tidak jelas,” kata Indra, Rabu (09/10).
“Kemudian tidak ada identitas keberadaannnya, tidak jelas. Sebab, jika ini dibiarkan maka kredibilitas media yang formil, seperti media media lokal atau nasional yang sudah berdiri, ini akan menjadi imbas buruk dengan adanya media media yang seperti ini (ecek ecek, red),” tambahnya. (Abdus Salam)