SURABAYA, Lingkarjatim.com– DPR tengah mengusulkan merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polemik pun muncul. Ada yang pro namun lebih banyak yang kontra.
Wakil Presiden Jusuf Kalla termasuk yang setuju UU KPK direvisi. Menurut Kalla, menangkap banyak koruptor bukan sebuah prestasi. dan LSM Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) salah kubu yang menyuarakan penolakan revisi UU KPK dari daerah.
Aktivis Jaka Jatim yang kini menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Mathur Husyairi merasa geli dengan sikap ngotot penghuni Senayan untuk merivisi UU KPK. Sementara banyak UU lain yang belum dibahas apalagi disahkan oleh DPR.
“Jangan-jangan banyak rancangan UU yang terbengkalai atau ngendon di DPR RI, tapi kok sangat ngotot untuk merevisi UU KPK,” kata pria asal Kabupaten Bangkalan ini.
Mathur dan beberapa aktivis telah mengkaji draf revisi UU KPK dan hasilnya mengejutkan para aktivis Anti rasuah. Mereka menemukan setidaknya 20 pasal yang berpotensi melemahkan KPK yang berarti juga melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Sama saja, mau dibatasi atau dihapus itu juga melumpuhkan KPK yang saat ini komisi itu sudah sangat dipercaya oleh masyarakat,” ujar politisi Partai Bulan Bintang ini.
Berikut 20 pasal baru yang berpotensi melumpuhkan KPK:
1. Pasal 1 angka 7: Pegawai KPK adalah PNS dan pegawai pemer intah dengan perjanjanjian kerja sebagaimana dimaksud dan peraturan perundang-undangan dibidang aparatur sipil negara.
2. Pasal 7 butir 2: KPK Wajib buat laporan pertanggungjawaban 1 kali dalam 1 tahun kepada Presiden, DPR dan BPK.
3. Pasal 9 huruf b: Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, system pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya tipikor. Huruf c: Melaporkan kepada Presiden, DPR, dan BPK, jika saran KPK mengenai saran perubahan tidak dilaksanakan.
4. adalah Pasal 12 B ayat 1: Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas. Ayat 2: Pimpinan KPK meminta izin tertulis kepada Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Ayat 3: Dewan pengawas dapat dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis sebagaiman ayat 2 paling lama 1×24 jam sejak permintaaan izin diajukan.
5. Pasal 12 C Ayat 1 :Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang sedang berlangsung dilaporkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala
6. Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
7. Pasal 15 huruf C: menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
8. Pasal 21 (1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas: a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang.
9. Pasal 33 (1) Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29.
10. Pasal 37A (1) Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas. (2) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri. (3) Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 (lima) orang. (4) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
11. Pasal 37B (1) Dewan Pengawas bertugas: a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; b. memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; d. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; 17 e. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; dan f. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
12. Pasal 37 C, Pasal 37 D, Pasal 37E, dan Pasal 37F, Pasal 37 G.
13. Pasal 40 (1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (2) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan. 21 (3) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik. (4) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
14. Pasal 43 (1) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyelidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. (3) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Pasal 43 A: (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
16. Pasal 45 (1) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.
17. Pasal 45 A Ayat 1 dan 2 : Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan instansi yang membawahi penyidik pegawai negeri sipil bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
18. Pasal 47 24 (1) Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas. (2) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak permintaan izin diajukan.
19. Pasal 69A (1) Dengan mengenyampingkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37E, untuk pertama kali Anggota Dewan Pengawas diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan 2 (dua) orang oleh Presiden Republik Indonesia, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden Republik Indonesia. (3) Ketua Dewan Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota Dewan Pengawas.
20. Pasal 70C Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang. (Khoiron Gazan)