SAMPANG, Lingkarjatim.com – Polemik hasil tes tulis dan wawancara yang dilakukan oleh tim independen pada tahapan seleksi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak Kabupaten Sampang terus menjadi perhatian publik Kota Bahari.
Terbaru, Perwakilan Tim independen dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM), melalui pesan WhatsApp mengatakan bahwa hadirnya tim independen pada seleksi tahapan Pilkades serentak merupakan permintaan langsung dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang.
“Kami bekerja berdasarkan permintaa dari Sekda Sampang,” kata Mohammad Asim Asy’ari perwakilan tim seleksi.
Ia juga mengatakan bahwa dari hasil seleksi tersebut, langsung diberikan kepada Sekda Kabupaten Sampang dalam kondisi tersegel dengan disaksikan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) setempat tanggal 10 sekitar jam 21:00. Bahkan ia menyebut bahwa konten tes tulis dan wawancara juga dicantumkan dalam surat Sekda tersebut.
Salah satunya materi tes tulis tantang Pancasila, UUD 45, penyelenggaraan pemerintahan desa dan muatan lokal Desa, sedangkan materi tes wawancara meliputi Visi misi, leadership dan muatan lokal Desa.
“Kami terdiri dari 4 orang. 3 orang dari UTM dan 1 orang dari Psikolog, masing-masing orang punya kewenangan sendiri dalam melakukan penilaian dalam pelaksanaan tes wawancara,” tambahnya.
“Apalagi Psikolog, tentu punya alat ukur dan tersendiri,” timpalnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa dari hasil tes tulis dan wawancara direkan dan dikeluarkan hasilnya, dengan bobot sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) nomor 31 tahun 2019 bahwa tes tulis memiliki bobot nilai 35, sedangkan tes wawancara memiliki bobot maksimal 25.
“Yang jelas hasil kesemuanya sudah kami sampaikan ke Sekda karena kami diminta oleh Sekda,” tagasnya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat di desa Banjar Talela Kecamatan Camplong meragukan independensi dari tim independen yang memberikan penilaian terhadap bakal calon kepala desa, bahkan disebutkan intrik kongkalikong saat proses seleksi diduga kuat dilakukan, sehingga bisa mempengaruhi hasil skor nomor urut seleksi.
“Kami tidak yakin dengan kinerja dari tim independen, masak bakal calon yang sudah berpengalaman kalah dengan ijasah SMA, ada apa ini semuanya, kami hanya ingin keadilan dan transparan dalam proses seleksi,” singkat Mat Tamri usai dilakukan pemanggilan oleh Komisi I DPRD Kabupaten Sampang. Kamis 17/10/19
Terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sampang Ubaidllah mengatakan bahwa pemanggilan terhadap semua pihak terkait dalam proses tahapan seleksi Pilkades Desa Banjar Talela karena meragukan independensi dari tim independen saat pelaksanaan seleksi tes tulis dan wawancara.
“Tadi semua hadir, dari kecamatan, P2KD, dinas terkait dan dari pihak yang merasa dirugikan, sehingga semua pihak bisa melihat secara utuh kondisi yang ada, bukan sepiha-sepihak,” katanya usai pemanggilan di ruang Komisi I DPRD Kabupaten Sampang.
Namun demikian, pihaknya mengaku juga sudah melayangkan surat pemanggilan terhadap tim independen untuk dimintai keterangan, sayangnya hingga waktu pelaksanaan rapat pertemuan tersebut tim independen tidak bisa datang tanpa alasan.
“Jadi dari pihak yang merasa dirugikan tidak mendapatkan kejelasan, sehingga belum menemukan solusi,” tambahnya.
Sekedar informasi. Penyelenggaraan seleksi tambahan di Kabupetan sampang mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 dan untuk Kabupaten Sampang sendiri telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 serta Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2019 sebagai dasar penyelenggaraan Pilkades serentak tahun 2019.
Ketentuan yang terdapat pada Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 sama persis dengan ketentuan yang terdapat dalam Perda baik yang nomor 1 tahun 2015 maupun dengan Perda nomor 3 tahun 2017. Akan tetapi, dalam Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2019, ternyata rumusannya berbeda baik dengan permendagri maupun dengan perda tersebut. Untuk lebih mudah melihat perbedaan kriteria seleksi tambahan.
Nampak terdapat perbedaan pengaturan terkait dengan kriteria dalam seleksi tambahan antara permendagri, perda dan perbup. Kriteria seleksi tambahan dalam permendagri terdiri dari:
- Pengalaman bekerja di lembaga pemerintahan
- Tingkat pendidikan.
- usia dan
- persyaratantan lain yang ditetapkan Bupati/Walikota
Sementara ketentuan terkait kriteria dalam seleksi tambahan yang diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2017 terdiri dari:
- pengalaman bekerja dilembaga pemerintahan
- Tingkat pendidikan tertinggi.
- Usia
Berikut ketentuan terkait kriteria dalam seleksi tambahan yang diatur Perbup Nomor 31 Tahun 2019 terdiri dari :
- Pengalaman bekerja di Lembaga Pemerintahan paling sedikit 1 (satu) Tahun,
- Tingkat Pendidikan Tertinggi,
- Usia Termuda
- Tes Tulis dan
- Wawancara.
Terdapat tiga kriteria yang sama dalam ketiga peraturan tersebut, yaitu kriteria pengalaman bekerja dilembaga pemerintahan, tingkat pendidikan tertinggi, dan usia termuda. Pada Perbup muncul dua kriteria yang tidak ada baik dalam permendagri maupun dalam perda, yakni kriteria tes tulis dan wawancara.
Penambahan dua kriteria dalam perbup ini menarik untuk ditelaah. Perbup dari sisi hierarki peraturan perundang-undangan kedudukannya dibawah Perda dan dibawahnya Permendagri. Konsekuensinya, seharusnya isi perbup adalah untuk melaksanakan atau untuk menindaklanjuti dari peraturan yang lebih tinggi.
Terlihat jelas bahwa munculnya kriteria tes tulis dengan tes wawancara ini bertentangan dengan ketentuan terkait kriteria seleksi tambahan yang diatur baik dalam Permendagri maupun perda. Perbup seharusnya mengatur lebih lanjut dari ketentuan yang terdapat dalam Perda maupun peraturan yang lebih tinggi. (Abdul Wahed)