Oleh: H. Musawir *
Menanggapi pernyataan dari Ketua Fraksi PKB, Muhammad Hotib, di media online Kabar Jawa Timur yang intinya menyatakan bahwa RSUD Syamrabu Bangkalan yang sudah menjadi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah).
Sehingga boleh Pendapatannya masuk PAD RAPBD Bangkalan Tahun 2020, berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, juga Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Dan Pasal 62 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, sebenarnya menurut Fraksi Keadilan Hati Nurani kurang tepat.
Hal ini karena antara UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit sinergis (tidak bertabrakan) dengan kedua Peraturan Pemerintah tersebut. Cuma tafsirnya kita yang perlu dibenarkan.
Mendasarkan pendapat berdasarkan pada Pasal 62 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa “RSUD Syamrabu Bangkalan yang sudah BLUD Pendapatannya bisa dimasukkan dalam PAD pada Jenis Lain-lain” itu pada tahun anggaran sedang/telah berjalan adalah benar.
Tetapi yang kurang/tidak benar adalah memasukkan rencana Pendapatan RSUD Syamrabu Bangkalan dalam Rencana PAD dalam Rancangan APBD Bangkalan 2020.
Alasan hal ini karena, pertama, Pasal 62 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tersebut menyebutkan bahwa seluruh pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f, dilaksanakan melalui rekening kas BLUD dan dicatat dalam kode rekening kelompok PAD pada Jenis Lain-lain PAD yang Sah dengan obyek pendapatan BLUD, bukan pada Rancangan APBD pada tahun anggaran yang belum berjalan.
Jadi Pendapatan Triwulanan RSUD Syamrabu Bangkalan tahun anggaran tertentu selama beroperasi klasifikasinya dicatat pada Jenis Lain-Lain dalam PAD, bukan diproyeksikan dalam PAD RAPBD Bangkalan Tahun 2020.
Kedua, Pendapatan RSUD tersebut digunakan untuk operasional RSUD sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran BLUD (RBA) menurut Pasal 62 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 dan didasarkan pada Renstra BLUD sesuai dengan Pasal 70-71 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007.
Ketiga, seluruh Pendapatan RSUD tersebut dilaporkan ke PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) Bangkalan sesuai dengan Pasal 62 ayat (4) Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007.
Keempat, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tidak dapat digunakan untuk mengesampingkan apalagi menolak Pasal 51 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Hal ini karena menurut Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1) UUD 1945, 2) Tap MPR, 3) UU, 4) PERPPU, 5) PP, 6) PERPRES, dan 7) PERDA. Jadi, Peraturan Menteri Dalam Negeri, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007, tidak termasuk di dalamnya.
Kelima, penafsiran terhadap hukum seharusnya juga mempertimbangkan asas hirarki hukum, sehingga terjadi tertib hukum.
Yakni, hukum yang lebih tinggi (lex superior), seperti UU, mengesampingkan hukum yang lebih rendah (lex inferior), seperti PERPPU, PP, PERPRES, dan PERDA, apalagi Peraturan Menteri Dalam Negeri, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007, yang tidak masuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Negara Indonesia.
*) Penulis adalah Ketua Fraksi Keadilan Hati Nurani DPRD Bangkalan