Bangkalan, Lingkarjatim.com,- Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bangkalan melalui Kepala Bidang Bina Marga Guntur Setyadi mengatakan bahwa pembebasan lahan untuk pembangunan proyek jalan kembar akses ke tempat wisata religi makam Mbah Cholil Bangkalan beberapa tahun lalu yang sempat dipermasalahkan oleh pemilik lahan sudah selesai dan tinggal mengajukan surat untuk mencairkan uang konsinyasi dari pembebasan lahan tersebut.
“Itu tinggal ambil uang konsinyasinya aja sih, Tinggal ambil di pengadilan, jadi pembebasannya sudah clear itu katanya,” ucap Guntur saat di konfirmasi oleh media lingkarjatim.com Senin (14/08/23).
Menurutnya, dari hasil penelusuran diketahui bahwa hasil putusan menolak semua gugatan.
“Kembali keputusan awal ke konsinyasinya itu, putusan semua ditolak oleh pengadilan,” tuturnya menjelaskan hasil penelusuran atas kasus tersebut karena dirinya hanya sebagai pejabat pengganti mengingat kasus tersebut sudah berselang beberapa tahun silam.
Namun begitu, untuk lebih jelasnya Guntur mengaku masih menunggu arahan lebih lanjut dari Plt Bupati Bangkalan selaku pimpinannya prihal kejelasan kasus tersebut.
“Makanya kita masih menunggu, kita masih belum mendapat kejelasan dari pimpinan,” tegasnya.
Untuk diketahui bahwa pembebasan lahan untuk pembangunan proyek jalan kembar atau yang dikenal dengan jalan Kinibalu ternyata mempunyai cerita menarik. Walaupun jalan tersebut sudah selesai dibangun beberapa tahun silam namun hingga saat ini pemilik lahan masih belum mendapatkan uang ganti rugi dari pembebasan lahan tersebut.
Bahkan pada tahun 2015, H. Yasin Marsely yang merupakan pemilik sertifikat hak milik atas sebagian tanah yang terdampak pembangunan jalan kembar itu sempat melakukan protes dengan menutup jalan menggunakan tumpukan galian C, namun setelah di mediasi oleh kapolres setempat akhirnya demi kepentingan umum, dirinya bersedia membuka kembali blokade jalan tersebut.
Saat ditemui oleh tim media Lingkarjatim.com beberapa waktu yang lalu, H. Yasin sempat bercerita bahwa pembebasan lahan miliknya menemukan jalan buntu ketika dirinya merasa ukuran serta harga yang ditetapkan oleh panitia pembebasan lahan tidak wajar.
“Dari pemkab kalau nagih NJOP itu satu juta saat itu, standar SE nya, namun kalau Pemda beli kok malah menggunakan 400 sampai 600 kan tidak fair,” ucapnya Selasa (13/06/23) lalu saat ditemui dikediaman pribadinya.
“Itu satu sertifikat saja ambil contoh, panitia itu menyatakan katanya luasnya kenak 1700, ternyata setelah kasat mata saya hitung itu 2700 lebih, dikemplang seribu lebih, jadi gimana ini, jadi bukan hanya masalah harga, dari luasan saja sudah tidak benar,”lanjutnya dengan raut wajah kecewa.
Setelah tidak menemukan titik temu, antara dirinya dengan panitia pembebasan lahan, akhirnya menurut penjelasan H Yasin pada saat itu pemerintah mengambil jalan penyelesaian dengan Konsinyasi melalui pengadilan.
Namun sayangnya proses mediasi yang kemudian berlanjut hingga beberapa kali sidang di pengadilan tetap tidak memberikan solusi atau kata sepakat dari kedua belah pihak hingga akhirnya ada putusan jeda dari yang meminta agar panitia pembebasan lahan melakukan ukur ulang untuk luasan lahan serta negosiasi Kembali perihal harga.
“Akhirnya sama pengadilan diperintahkan supaya di ukur ulang, dan yang sebagian masuk itu bisa menggunakan Harga yang ditetapkan pemkab, sedangkan berikutnya harus negosiasi ulang, termasuk luasannya,” katanya menceritakan hasil putusan sidang dikala itu.
Bahkan H Yasin pada waktu sempat mendengar dan meyakini bahwa uang konsinyasi atas lahan miliknya itu sudah ada di pengadilan.
“Sepengetahuan saya saat sidang berjalan baru katanya uang itu sudah dimasukkan ke pengadilan, katanya,” ucap H Yasin penuh keyakinan karena baginya pengadilan adalah juru adil yang seharusnya memang bertindak adil kepada masyarakat.