SAMPANG, Lingkarjatim.com – Polemik dalam setiap tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Sampang membuat pimpinan Komisi I DPRD setempat angkat bicara, langkah tersebut dianggap sebagai bentuk representasi kekecewaan masyarakat terhadap teknik dari peraturan pelaksanaan Pilkades yang terjadi setiap tahun.
Nasafi, Ketua Komisi I DPRD kabupaten Sampang mengatakan bahwa ada sisi lemah atas terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor Nomor 112 Tahun 2014 serta Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2015 maupun dengan Perda nomor 3 tahun 2017 dijadikan bahan kepentingan kelompok tertentu untuk memuluskan hasrat menduduki jabatan kepala desa.
“Yang pada akhirnya dipergunakan untuk mengganjal calon tertentu dengan mencari celah kelemahan poin nilai yang dimiliki,” katanya.
Ia mengatakan bahwa apa yang termaktub dalam peraturan pelaksanaan Pilkades dari kementerian menjadikan dinding argumentasi pemerintah kabupaten untuk membuat tambahan poin regulasi, salah satunya dengan penambahan tes tulis dan wawancara yang diselipkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 31 tahun 2019 yang kini sudah berjalan tiga kali pelaksanaan di Kabupaten Sampang dengan terus menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
“Tidak ada yang salah dengan regulasi, tapi teknik yang harus diperhatikan seksama, sehingga tidak merugikan salah satu calon,” tambahnya.
Ubaidillah, Wakil Ketua Komisi I DPRD kabupaten Sampang menyoroti pasal yang mengatur tentang jumlah maksimal bakal calon kepala desa yang kemudian berujung pada pengguguran salah satu bakal calon dalam pesta demokrasi tingkat desa tersebut.
“Karena sangat dimungkinkan salah satu bakal calon menggunakan strategi politiknya untuk menggugurkan salah satu calon, caranya bisa dengan mencalonkan orang lain yang dinilai memiliki bobot nilai yang lebih unggul dari bakal calon yang ada,” katanya.
“Harusnya regulasi yang akan datang ini tidak dimasukkan lagi aturan maksimal bakal calon, karena percuma memobilisasi bakal calon untuk melebihi lima peserta,” timpalnya.
Secara politik murni, negara memperbolehkan masyarakat untuk mencari hak dipilih memilih, dan ini boleh sebenarnya, namun imbasnya adalah proses pengguguran dalam seleksi tahapan yang dilakukan oleh panitia.
“Nah ini yang terkadang menjadi polemik, dan ini terbukti dan terjadi di Kabupaten Sampang, biarkan masyarakat mencalonkan diri tanpa harus digugurkan,” tegasnya.
Sekretaris Komisi I DPRD Kabupaten Sampang, R. Aulia Rahman mengaku kedepan harus ada perubahan regulasi atas proses tahapan seleksi Pilkades, karena secara tidak langsung telah mengkebiri salah satu bakal calon yang ada, biarkan masyarakat yang ada memiliki kebebasan memilih dan dipilih oleh rakyat.
“Sehingga ada marwah penyehatan politik demokrasi tingkat desa, dan kami yakin pertarungan bebas ini tidak mungkin sampai melebihi lima peserta,” katanya.
Ia juga mengatakan manakala kondisi tersebut dilakukan pembiaran, maka tidak menutup kemungkinan polemik tersebut akan terus terjadi dan berdampak terhadap kondusifitas desa setempat, sehingga perlu hadirnya pemerintah mengatasi kondisi tersebut.
“Contohnya sekarang ini, banyak persepsi negatif dari masyarakat, salah satunya tim independen yang dinilai kurang independen,” tambahnya.
“Nah gesekan-gesekan kecil ini jangan sampai membesar, harus dievaluasi untuk periode yang akan datang,” timpalnya. (Abdul Wahed)