SAMPANG, Lingkarjatim.com – Warga Desa Ragung, Kecamatan Pangarengan, Kabupaten Sampang menggugat PT Garam ke Pengadilan Negeri Sampang, lantaran diduga telah menyerobot dua bidang tanah seluas 345 meter persegi dan 445 meter persegi di Desa Pengarengan, Kecamatan Pengarengan.
Hal tersebut dilakukan oleh Mohtar (67) tahun warga Desa Ragung, ia mengaku bahwa dua bidang tanah tersebut merupakan tanah ahli waris yang didapatkan dari pemberian kakeknya, yaitu Sutomo dan Tarjo Sinidin pada tahun 1963 silam. Akan tetapi, tanah tersebut kini telah bersertifikat atas nama PT Garam.
Ia mencerikan, bahwa pihaknya mengetahui hal tersebut setelah hendak membuat sertifikat tanah ke kantor BPN pada Agustus 2019 lalu, namun BPN menolak untuk memproses pembuatan sertifikat tersebut meski sebelumnya telah dilakukan pengukuran tanah karena dua bidang tanah itu saat ini sudah tersertifikat atas nama PT Garam
“Tanah itu tanah pekarangan, bukan tanah tambak meskipun dekat dengan lahan PT Garam, ternyata PT Garam menyertifikatnya tanpa sepengetahuan ahli waris. Maka dari itu, kami sebagai ahli waris menggugatnya,” kata Mohtar saat ditemui di Pengadilan Negeri Sampang, Senin, 9 Desember 2019.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa awal mulanya dua bidang tanah tersebut terdapat empat bangunan rumah. Namun karena kondisinya sepi, pihaknya kemudian memutuskan untuk pindah rumah ke Desa Ragung. Pihaknya juga mengklaim, dokumen (pencatatan desa) dua bidang tanah tersebut lengkap dan diakui kepemilikannya oleh kepala desa setempat.
“Sudah kami buatkan akte notaris yang disaksikan kades setempat. Bukti dokumen yang kami punya seperti leter C, pepel dan bukti pembayaran pajak,” tambahnya.
“Bahkan setiap tahun kami selalu bayar pajak, bahkan dulu ketika kami bangun saluran, PT Garam juga tidak menegurnya. Kalau tanah itu milik PT Garam pastinya kami sudah ditegur,” timpalnya.
Ditambahkan R Agus Suyono, penasehat hukum Mohtar mengaku, agenda sidang kali ini yaitu duplik dan kemudian dilanjutkan sidang replik pada agenda sidang selanjutnya. Berdasarkan keterangan kliennya, tanah tersebut dulunya telah diakui oleh pihak PT Garam.
“Dua bidang tanah itu sudah dibatasi selokan oleh pemilik. Dan PT Garam saat itu diam semua. Bahkan direktur-direktur PT Garam terdahulu sudah mengakui jika tanah itu milik warga,” jelasnya.
Terpisah. Jaksa Pengacara Negara (JPN) I Dewa Made Sarwa Mandala menyampaikan, PT Garam telah mempunyai hak dokumen dua bidang tanah berupa sertifikat. Maka dari itu, pihak BPN kemudian menolak warga tersebut untuk dibuat sertifikat.
Hal tersebut Berdasarkan aturan agraria yaitu pada UU Agraria No 5 Tahun 1960 sudah dijelaskan bahwa apabila disertifikat di bawah tahun 1960, maka masih bisa dibuatkan sertifikat lagi, dan apabila sudah lewat tahun 1960, makanya tidak bisa dibuatkan sertifikat lagi.
“Kemudian, apakah hak hibah tanah bisa dinyatakan sebagai hak milik. Sedangkan dari Alm Sutomo meninggal pada tahun 1969, sedangkan warga yang mengklaimnya di tahun 2019,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa dua bidang tanah tersebut merupakan tanah tambak garam milik dari PT Garam sebagaimana tercatat dalam peta bidang yang dimiliki oleh PT Garam. Bahkan pihaknya melihat bahwa Leter C yang dibuat warga tersebut masih baru, sedangkan sertifikat tanah yang dibuat PT Garam pada 1988 lalu.
“Kenapa waktu itu warga tidak menggugatnya untuk minta ganti rugi, malah sekarang yang menggugat, selain itu warga membuat akte PPATnya dibuat pada Februari 2019. Di UU agraria sudah jelas, masak tanah milik negara mau diambil,” tambahnya.
Disinggung kenapa saat warga melakukan pengukuran, pihak PT Garam tidak menegur, I Dewa Made Sarwa Mandala menyatakan, ada jalur hukum tersendiri. Bahkan pihaknya menuding pihak penggugat tidak mempunyai dasar untuk melakukan pengukuran dua bidang tanah tersebut.
“Kalau itu hibah, oke. Tapi kenapa pada tahun 1960 warga tidak menggugatnya. Tapi sekarang sudah jadi sertifikat pada 1988, malah mereka mau buat akte tanah dan sertifikat pada tahun sekarang. Makanya tadi kami meminta hakim untuk menolak gugatan penggugat karena penggugat tidak mempunyai legal standing dan bukti patok tanahnya,” tukasnya.
(Abdul Wahed)