SUMENEP–Lingkarjatim.com, Tidak semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep menganggap genting persoalan Peraturan Bupati (Perbup) Sumenep tentang pemilihan kepala desa.
Dari tujuh fraksi, ada lima fraksi yang mengajukan hak interpelasi yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Gerindra, dan Fraksi gabungan Nasdem, Hanura, Sejahtera.
Sementara dua fraksi tersisa yakni PPP, dan PKB belum mengajukan hak interpelasi. PKB banyak menganggap mengajukan hak interpelasi tidak terlalu penting.
Ketua Fraksi PKB, M Muhri mengatakan, keluhan masyarakat tentang keberadaan Perbup Sumenep tentang Pilkades sudah terjawab. Sehingga klarifikasi kepada Bupati Sumenep menjadi tidak penting.
“Sampai sekarang kita masih belum berfikir interpelasi. Karena kita melihat tidak penting itu. Keluhan dari masyarakat tentang skoring Itu sudah terjawab, sudah kita jawab,” kata Muhri.
Kata Muhri, lahirnya Perbup Sumenep nomor 54/2019 tentang pencalonan, pemilihan, pengkatan, pelantikan dan pemberhentian kepala desa sudah menjawab persoalan yang ada. Termasuk persoalan skoring jika calon lebih dari lima orang yang dianggap menguntungkan incumbent.
“Kita panggil sekda, DPMD melalui pimpinan sementara untuk mencari solusi, kita diskusi, kita hearing, kemudian itu sudah dijawab oleh sekda bahwa sudah ada solusi, yaitu uji kepemimpinan,” tambahnya.
Untuk itu, kata dia hak interpelasi sudah tidak dibutuhkan. Sehingga hal itu tidak perlu dipersoalkan. “Menurut saya sudah terjawab. Apalagi yang mau dipersoalkan. Tidak perlu ada interpelasi lagi,” tukasnya.
Sementara itu, lima fraksi lainnya mengajukan hak interpelasi. Sejumlah fraksi menganggap Perbup Sumenep berpotensi menciptakan kegaduhan di masyarakat, hal itu seperti yang disampaikan fraksi Demokrat.
“Hari ini (Kemarin, Senin 23 September 2019) surat untuk mengajukan hak interpelasi harus masuk. Hampir semua anggota sudah tandatangan,” kata wakil Pimpinan DPRD Sumenep dari Fraksi Demokrat, Indra Wahyudi.
Hal yang sama juga disampaikan fraksi PAN. Menurut fraksi PAN, perubahan berapa kali peraturan itu, mulai Perbup nomor 27/2019 menjadi Perbup nomor 39/2019, terakhir menjadi Perbup nomo 54/2019 ternyata membuat bingung, dan patut dipertanyakan sandaran yuridisnya.
“Perbup itu kebablasan. Maka, perlu dipertanyakan dasar hukumnya. Sehingga, perlu jawaban dari pihak eksekutif,”kata Anggota DPRD Sumenep dari fraksi PAN, Hosaini Adhim.
Bahkan, fraksi lain, yakni Fraksi PDI Perjuangan menganggap, isi dari Perbup tersebut mengandung sabotase terhadap demokratisasi. Selain itu, Perbup tersebut juga dinilai melampau otoritas peraturan di atasnya.
“Pemberlakuan Peratuan Bupati tersebut di berlakukan tanpa melalui konsultasi publik, sehingga memantik kontroversi di tangah masyarakat,” kata Darul Hasyim Fath, anggtota DPRD Sumenep fraksi PDI Perjuangan Sumenep. (Abdus Salam)