SUMENEP, Lingkarjatim.com — Peraturan Bupati Sumenep tentang Perjalanan Dinas dan Pakaian Dinas Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep tahun 2019, dinilai janggal.
Anggaran biaya untuk hal tersebut, diantara Pimpinan dan Anggota DPRD terdapat perbedaan yang signifikan. Padahal, status pimpinan dan anggota DPRD bersifat koordinatif.
Sejumlah kejanggalan itu, terungkap saat Anggota DPRD Sumenep, khususnya Komisi I melaksanakan rapat klarifikasi bersama Bagian Pembangunan, Bagian Hukum Pemkab Sumenep, serta Sekretaris dan Bagian Hukum Sekretariat DPRD Sumenep.
Salah satu kejanggalan itu, yakni tentang biaya penginapan saat kunjungan kerja ke luar kota. Misalnya perjalanan dinas ke luar daerah seperti ke Bali.
Jika ke Bali, pimpinan DPRD mendapat biaya penginapan sekitar Rp 4,49 juta per hari. Sedangkan anggota mendapat biaya penginapan sekitar Rp 1,9 juta per hari.
Selain ke Bali, perbedaan anggaran biaya penginapan yang memiliki perbedaan mencolok yakni kunjungan kerja ke DKI Jakarta.
Jika ke ibu kota, Pimpinan DPRD mendapat anggaran biaya penginapan sekitar Rp 8,5 juta per hari. Sedangkan Anggota DPRD mendapat biaya penginapan sekitar Rp 1,4 juta per hari.
Bahkan, anggaran biaya penginapan itu juga terlihat mencolok saat kunjungan kerja dalam Provinsi Jawa Timur namun di luar Kabupaten Sumenep.
Pimpinan DPRD mendapat anggran penginapan sekitar Rp 4,1 juta per hari. Sedangkan anggota mendapat anggaran biaya penginapan sekitar Rp 1,6 juta per hari.
Selain penginapan, kabar yang berhembus di Komisi I DPRD Sumenep saat klarifikasi dilaksanakan, dalam sebulan Pimpinan DPRD Sumenep mendapat tambahan honor sebesar Rp 6,5 juta, baik kerja atau tidak.
Padahal, jika mengacu periode sebelumnya, pimpinan sudah mendapat jatah BBM jenis Pertamax sebanyak 112 liter per minggu, atau kisaran 448/liter per bulan.
“Sejauh yang kita tahu Perbup baru penyetaraan PMK yang baru. Nah, disitu tertuang bahwa ketua DPRD 8 juta sekian anggota 1 juta sekian. Sehubungan dengan konsideran kalau ketua dan wakil ketua, bupati dan wakil bupati konsiderannya apa,” tegas Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath, Jum’at (17/01).
Bahkan, kata Darul, saat diklarifikasi terkait sandaran hukum tentang penyetaraan antara bupati, wakil bupati, dengan pimpinan DPRD terkait hal tersebut, pihak eksekutif kebingungan. Sehingga mereka mengaku siap menerima koreksi bahkan melaksanakan revisi terhadap perbup tersebut.
“Kita minta secepatnya sebelum senin, karena kalau sampai ada kegiatan kantor dengan menggunakan perbub pengeluaran keuangan diberlakukan sebelum ada revisi, situasinya tidak akan baik,” terang politisi politisi asal Pulau Masalembu tersebut.
Kata Darul, revisi dan evaluasi perbup itu sangatlah penting. Karena jika ada audit di tengah perjalanan, hal itu bisa menjadi sebuah temuan. Sehingga dikhawatirkan Anggota DPRD Sumenep malah harus melakukan pengembalian pasca audit itu dilaksanakan.
“Selain itu, atas nama keadilan, pimpinan DPRD dan Anggota DPRD, kita ingin berada di posisi tidak jomplang seperti langit dan bumi. Karena di gedung ini pejabat yang menjadi pembeda itu ketika dia menjadi ketua, wakil ketua, dan anggota,” jelas Politisi PDI Perjuangan itu.
“Prinsipnya ingin saya tegaskan, kenapa di gedung ini tidak ada yang berlanggam kepala, karena fungsu jabatan yang melekat pada dirinya, tidak punya fungsi instruktif selain ketua fraksi,” tambahnya.
Sementara Perwakilan Dari Bagian Hukum Pemkab Sumenep, Robeith, enggan dikonfirmasi dan berkomentar terkait hal itu. Karena dia mengaku tidak mendapat wewenang untuk berkomentar.
“Maaf ya mas. Saya belum shalat, maaf ya,” katanya sambil meninggalkan kerumunan wartawan yang hendak melakukan konfirmasi. (Abdus Salam)