SUMENEP–Lingkarjatim.com, Kisruh Peraturan Bupati (Perbup) Sumenep nomor 54/2019 yang mengatur tentang pemilihan pepala desa (Pilkades) belum juga usai.
Sejumlah fraksi di DPRD Sumenep menilai terdapat banyak permasalahan pada Perbup tersebut. Pertama, Perbup tersebut dalam waktu singkat berubah dua kali. Kedua, dalam Perbup tersebut dinilai terdapat sabotase demokratisasi.
Selain itu, Perbup tersebut dinilai dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Terbukti, dengan adanya kegaduhan dibeberapa desa, seperti Desa Sera Timur dan Aeng Baja Kenek beberapa waktu lalu.
Beberapa waktu lalu, lima fraksi di DPRD Sumenep, yakni fraksi PDI Perjuangan, Demokrat, PAN, Gerindra, dan fraksi gabungan Nasdem Hanura Sejahtera mengusulkan hak interpelasi terhadap Bupati Sumenep, A Buya Busyro Karim terkait Perbup itu.
Hak interpelasi sendiri merupakan merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Anggota DPRD, selain hak angket dan hak berpendapat. Interpelasi sebagai langkah untuk menyela atas segala kebijakan Pemerintah Daerah yang berdampak luas, tak terkecuali berupa produk hukum seperti Pebup Pilkades.
Beberapa waktu terakhir, hak interpelasi tersebut terkesan terdengar buram. Hak interpelasi yang diajukan lima fraksi itu bahkan belum pernah dibahas di level pimpinan DPRD Sumenep. Alasannya, Bamus belum ada, sehingga penetapan AKD menjadi prioritas DPRD.
Kemarin, Kamis (10/10) alat kelengkapan DPRD sudah ditetapkan dan diumumkan di rapar paripurna. Bamus pun juga sudah ada dan diumumkan. Maka, sudah saatnya pimpinan dewan membahas hak interpelasi tersebut.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Darul Hasyim Fath mengatakan, interpelasi terhadap Perbup tersebut akan terus dikawal. Hasil keputusan interpelasi itu, lata Darul nantinya bisa menjadi dasar bagi pihak tertentu untuk mengajukan gugatan ke pengak hukum.
“Interpelasi yang sedang berproses ini terus kami gawangi bersama anggota lintas fraksi,” kata politisi yang baru didaulat menjadi Ketua Komisi I DPRD Sumenep itu.
Wakil rakyat asal Pulau Masalembu itu menjelaskan, hak interpelasi yang diajukan sejumlah fraksi itu sebagai respon legislatif atas kisruh masyarakat yang disebabkan lahirnya kebijakan pemerintah daerah.
“Kami akan respon seluruh pengaduan warga berdasarkan regulasi yang berlaku. Intinya ini semua merupakan koreksi terhadap Kebijakan Pemerintah,” jelasnya.
Hasil interpelasi itu, kata Darul dapat menjadi dasar bagi pihak tertentu untuk mengajukan gugatan ke PTUN atas kebijakan tersebut.
“Nanti (hasilnya) akan diputuskan di DPRD sebagai institusi melalui surat keluar yang akan ditandatangani oleh pimpinan, karena nanti persoalan ini juga diputuskan di sidang paripurna,” kata wakil rakyat tiga periode itu.
“Itu (keputusan DPRD) akan menjadi konsideran pertama bagi bakal calon atau calon yang terpilih nanti untuk bersengketa di PTUN,” ucapnya. (Abdus Salam)