Selain itu, yang lebih ironis, hari Rabu (2/8), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan korupsi dana desa dan menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pemakasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok, Pamekasan, Agus Mulyadi, sebagai tersangka suap kepada penegak hukum atas penyelewengan dana desa sebesar Rp 100 juta membengkak menjadi suap Rp 250 juta (Kompas, 3/8).
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK di kabupaten Pamekasan merupakan kesekian kalinya di republik ini. Masyarakat Indonesia secara komunal harus mendukung untuk menghalau penyakit akut yang bernama korupsi. Sebab, korupsi juga salah satu penyakit peradaban yang dapat melumpuhkan bangunan sebuah bangsa dan negara, korupsi sudah menjadi semacam aksioma. Oleh karena itu, perang melawan korupsi harus menjadi salah satu agenda besar bangsa ini.
Tindakan yang telah dilakukan oleh orang nomor satu di Pamekasan Madura dan para penegak hukum tersebut, sungguh sangat memalukan. Apalagi, dengan julukan Pamekasan kota Gerbang Salam yang selalu didengung-dengungkan. Apakah ini hanya simbolis an sich? Sebagai kamuflase untuk menarik publik agar Pamekasan terkesan kabupaten yang bersih dari tindakan melawan hukum. Kalau benar seperti ini adanya. Maka, masih layakkah Pamekasan dijuluki sebagai kota Gerbang Salam?