SURABAYA – Lingkarjatim.com,- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menyebut ada 14 isu krusial Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang disetujui DPR RI. Mahfud menyebut RUU itu rencananya akan disahkan menjadi UU pada akhir tahun 2022 ini.
“Isinya sudah mengakomodasi berbagai kepentingan, berbagai aliran, berbagai paham, berbagai situasi budaya, dan sebagainya. Insya Allah akhir tahun ini Rancangan KUHP sudah bisa disahkan menjadi UU oleh DPR bersama pemerintah,” kata Mahfud, usai dialog RUU KUHP di Surabaya, Rabu, 21 September 2022.
Adapun 14 isu krusial yang dimaksud Mahfud adalah, yakni pertama soal Living Law atau masyarakat adat, di mana dalam RUU KUHP hukum adat diakui dan bisa diterapkan. Kedua, mengenai pidana mati, di mana dalam RUU KUHP ini pidana mati ditempatkan paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana.
“Ketiga adalah tentang kebebasan berpendapat. Poin penting terkait isu ini ialah penghinaan kepada Kepala Negara yang diatur dalam Pasal 218 RUU KUHP,” ujarnya.
Keempat, pasal terkait santet dan guna-guna, yang menyasar mereka yang mengiklankan diri memiliki kekuatan gaib untuk mencelakakan orang lain. Kelima penghapusan pasal tentang dokter dan dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin. “Hukumannya tidak dalam bentuk kurungan badan,” katanya.
Keenam soal unggas yang merusak kebun/tanah yang telah ditaburi benih (Pasal 277 RKUHP). Pasal ini juga menyangkut hewan ternak yang merusak tanaman, kebun atau sawah. Ketujuh, tentang penodaan agama (Pasal 302 RUU KUHP), yang menyasar pada tindakan yang menunjukkan upaya permusuhan, menghasut dan penghinaan terhadap agama tertentu.
Delapan adalah tentang tindak pidana penganiayaan hewan (Pasal 340 RUU KUHP). Contohnya, eksploitasi hewan dengan tujuan yang tidak patut, misalnya topeng monyet. Kesembilan, terkait aborsi (Pasal 467 RUU KUHP). “Pelaku aborsi tidak bisa dipidana bagi korban perkosaan apabila usia kehamilan di bawah enam minggu,” katanya.
Kesepuluh adalah menyangkut ruang privat masyarakat terkait keasusilaan. Misalnya perzinahan. Contohnya, pasangan yang belum menikah tapi sudah bersama seperti dalam perkawinan. Itu bisa dihukum.
Kesebelas adalah soal penggelandangan masyarakat, di mana mereka nantinya bisa diproses hukum ketika mengganggu ketertiban umum. “Lalu yang ke-12 tentang tindakan menunjukkan alat pencegah kehamilan kepada anak. ke-13, upaya contempt of court dan ke-14 tentang penghapusan pidana advokad curang,” ujarnya. (Amal/Hasin)