SUMENEP, Lingkarjatim.com — Namanya warung kopi Ki Kusumo. Nama ini sesuai dengan nama pemiliknya, Ki Kusumo. Letaknya di pojokan sebelah timur laut Pasar Candi, Desa Candi, Kecamatan Dungkek, Sumenep. Warungnya menghadap ke utara, berhadapan dengan pasar.
Di warung ini, tak banyak menu tersedia, hanya kopi hitam, teh, nasi, dan segala macam jamu sachet. Harganya tak mahal, kopi dan teh misalkan, hanya Rp 2 ribu. Nasi, lauk daging dan telur, hanya merogoh gocek Rp 10 ribu. Jamunya harganya relatif, sesuai jenis jamu yang akan dibeli.
Warung milik alumni Miftahul Ulum ini, setiap pagi cukup rame. Maklum, lokasinya yang masih masuk area pasar, banyak pedagang pasar yang nongkrong dan ngopi di warung ini. Pengunjung pasar tak ketinggalan, banyak juga yang ke warung Kusumo, untuk sekedar ngopi dan rokoan.
Bagi sebagian orang, warung ini adalah warung inspirasi. Sejumlah diskusi, mulai tema politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan hingga sejarah terjadi di tempat ini. Tak teragendakan, namun setiap duduk di warung ini, dengan sendirinya diskusi terjadi. Semua pengunjung dari berbagai usia mengutarakan pandangannya dengan sedikit rasional.
Bahasa mereka mudah dimengerti, karena menggunakan istilah sehari-hari. Tak ada kata sasi-sasi, maupun isme-isme. Maklum, sebagian dari pendiskusi tak teragendakan ini rata-rata orang-orang sepuh rasional. Apalagi K. Kusumo sendiri, yang paham banyak hal, segala tema diskusi dia paham dan selalu mengutarakan pandangannya.
“Ngopi seperti ini, bisa menjalin hubungan sosial yang luar biasa. Apalagi ditemani kopi, rokok, dan nasi. Makanya jangan lupa beli nasi,” kata Ki Kusumo sesekali saat jurnalis media ini ngopi di warungnya. Nadanya tak serius, maklum, dia selalu mengajak pelanggannya becanda.
Kadang pula, diantara pengunjung ada yang suka budaya. Ki Suhar misalkan, setiap dia ngopi di warung ini, dia tidak lupa melantunkan tembang Madura. Kata orang Madura ‘Ngejung’. Suaranya cukup merdu untuk di dengar.
“Macapat itu memang seperti orang bernyanyi (ngejung). Ada banyak makna yang diucapkan, mulai ketuhanan, hubungan sosial, dan berbagai masalah-masalah hubungan kemanusiaan,” katanya menjelaskan dengan Bahasa Madura apa yang dilantunkan itu.
Ki Kusumo, ternyata bukan orang kacangan. Banyak pengalaman yang telah dijalani, baik yang berhubungan dengan pemerintahan, bahkan orang yang pernah bersentuhan dengan hukum, Ki Kusumo muda dulu menjadi tempat konsultasi. Mencari advokat handal misalkan, dia selalu dimintai pertimbangan.
Tentu, bagi sebagian kalangan, termasuk jurnalis media ini, warung itu menjadi inspirasi. Sebagai orang yang hampir setiap hari berada di wilayah kota karena tuntutan profesi, sesekali duduk dengan pedagang pasar, pengunjung, dan pecinta kopi adalah keistimewaan tersendiri.
Betapa eratnya hubungan sosial di wilayah pedesaan. Tak peduli, mereka sanak saudara, famili atau bukan. Tetapi mereka duduk bersama, becanda bersama, ngopi bersama, dan rokok satu bungkus milik bersama.
Spesialnya, tak ada kepentingan diantara mereka, baik kepentingan bisnis, maupun kepentingan politik. Yang ada hanya ketulusan.
Jadi, bagi pemuda yang ingin mendapat inspirasi sebenarnya dan ingin tau kehidupan sosial yang sesungguhnya, tak ada salahnya nongkrong di warung ini.
Baiknya di pagi hari, karena Pasar Candi tutup sekitar jam 13.00 WIB, kedagang sudah pada pulang, pengunjung tak lagi datang. Jika tidak, inspirasinya akan berkurang. (Abdus Salam)