SIDOARJO, Lingkarjatim.com – Komisi D DPRD Sidoarjo memanggil BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Hal itu, menilai data kepesertaan fasilitas kesehatan (Faskes) di Sidoarjo masih rancu.
“Awalnya pendapatan Bendahara Umum Daerah (BUD) dari puskesmas ditarget naik sekitar 89 M, sementara tingkat kapitasi puskesmas justru turun. Tingkat kapitasi turun kok pendapatan BUD ditarget naik, nah disini siapa yang salah?,” kata Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Abdillah Nasih dalam hearing yang digelar di ruang paripurna, Senin (17/10/2022).
Akhirnya, kata Nasih, pihaknya memanggil BPJS, Dinkes dan Dinsos untuk mengurai permasalahannya seperti apa. Ternyata memang datanya sangat njomplang.
“Jadi kita kehilangan di data puskesmas itu sekitar 235.000 kapitasi dari 26 puskesmas. Sedangkan tahun 2021 itu, data sebelum adanya UHC adalah 906.910,” ujar Nasih.
Lebih lanjut, Nasih menjelaskan, pihaknya disodori data dari BPJS Kesehatan Sidoarjo terkait data kepesertaan per Oktober 2022 sekitar 755.000. Data tersebut menurutnya masih njomplang dan berbeda dari data awal yakni 906.910 versi Dinas Kesehatan tahun 2021. Apalagi pasca UHC diterapkan pada Mei 2021 ada penambahan peserta menjadi sekitar 1.055.000.
“Per oktober tahun 2022 ada 755.000 tapi tetap ada selisih sekitar 150.000, nah itu kemana?. Alasannya juga karena ada tunggakan, penonaktifan dan ada perpindahan faskes, nah kalau perpindahan faskes pun harusnya ndak banyak dan ndak semudah itu untuk pindah faskes,” ucap Nasih.
Nasih meminta, agar pihak BPJS Kesehatan segera menyampaikan pergeseran selisih itu dan juga BPJS Kesehatan harus fair, jujur dalam berbagi data. Hal tersebut dinilai penting karena data kepesertaan akan dikalikan nilai kapitasi yang nanti total jumlahnya dapat dilihat sudah memenuhi target atau belum.
“Puskesmas itu mempunyai tanggung jawab disamping kuratif juga preventif. Sehingga kapitasi ini sangat penting bagi teman-teman di puskesmas. Sementara nilai kapitasi sendiri dengan adanya Usaha Kesehatan Perseorangan (UKP) hanya dinilai 6.000. sudah datanya berkurang, nilainya hanya 6.000 sedangkan klinik swasta tidak ada pengurangan bahkan bertambah nilainya mencapai 8.000-10.000 per kapitasi, dan mereka tidak mempunyai tanggungjawab secara preventif,” terang Nasih.
Tidak hanya itu, Nasih berharap agar secepatnya laporan akan selisih data tersebut segera disetor. Jika selisih data tersebut telah klop atau mendekati data awal, maka pihaknya bisa menggenjot pendapatan untuk memenuhi target pendapatan di BUD Dinkes tersebut.
“Karena kan kalau hanya kapitasi 671.000 x 6.000 dan itu pun hanya 90%, hitungan kita mungkin sekitar 40 M lebih nah terus sisanya dari mana kan gitu logikanya. Kalau mereka BPJS Kesehatan Sidoarjo tetap tidak bisa memberikan jawaban yang memungkinkan, ya bisa jadi kita pergi ke BPJS Pusat untuk menanyakan semua ini,” tukasnya. (Imam Hambali/Hasin)