SAMPANG, Lingkarjatim.com – Kepolisian Resor (Polres) Sampang terus melakukan pengembangan terhadap kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengakibatkan ambruk dua ruang kelas SDN II Samaran, Kecamatan Tambelangan, Sampang.
Terbaru, setelah menetapkan Halili dan Dwi Cahya Febriyanto sebagai tersangka kasus ambruknya bangunan layanan pendidikan tersebut, penyidik Polres Sampang memanggil dua orang untuk dimintai keterangan.
“Ada dua orang yang kami (Polres, red) panggil, dan status keduanya sebagai saksi,” kata Kapolres Sampang AKBP Didit Bambang Wibowo Saputro melalui Kasat Reskrim Polres Sampang AKP Riki Donaire Piliang.
Sayangnya, pihaknya mengaku belum bisa menyebutkan status kedua saksi yang dihadirkan, namun demikian pihaknya memastikan untuk terus melakukan pengembangan untuk menuntaskan kasus yang telah merugikan keuangan negara tersebut.
“Kita tunggu saja hasil pengembangannya, yang jelas kasus ini terus berlanjut hingga semua terungkap,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolres Sampang AKBP Didit Bambang Wibowo Saputro mengatakan bahwa kronologis kasus tersebut yakni SDN II Samaran, Kecamatan Tambelangan di tahun 2017 mendapatkan pekerjaan rehabilitasi ruang kelas IV, V, dan VI dengan alokasi dana yang dianggarkan sebesar Rp. 149.900.000 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dana Alokasi Umum (DAU) 2017.
Dalam pelaksanaannya pekerjaan rehabilitasi ruang kelas SDN II Samaran tersebut dilaksanakan oleh CV. Hikmah Jaya untuk dikerjakan selama 100 hari kerja, berdasarkan surat perintah kerja nomor 425.16.41/18/kontrak/434. 201/VIII/2017 tanggal 14 Agustus 2017 dan HL sebagai konsultan pengawas.
Namun pada bulan Mei 2019 hasil pekerjaan mengalami perubahan struktur pada atap melengkung dan pada akhirnya pada hari Jumat tanggal 17 Januari 2020 sekitar pukul 10:00 WIB ruang kelas IV dan V mengalami ambruk.
Ia menceritakan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan oleh tenaga ahli ditemukan beberapa pekerjaan yang terpasang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) dan gambar teknis yang telah ditetapkan dalam kontrak pekerjaan. Alhasil akibat kejadian tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp. 133.547.272.
“Atas kejadian itu tersangka disangkakan dengan pasal 2 sub pasal 3 sub pasal 7 ayat (1) huruf a dan b UU.RI nomor 30 tahun 1999 sebagaimana dirubah dalam UU.RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman minimal 6 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara,” singkatnya.
(Abdul Wahed)