Dalam SE tersebut, lanjut Amir, 31 KUA se- Surabaya wajib membayar biaya penggunaan fingerprint sebesar Rp175 ribu per bulan. Harusnya, lanjut Amir, fasilitas fingerprint itu difasilitasi oleh negara dan tidak dipungut biaya alias gratis.
Amir menyebut kebiajakan Kemenag Surabaya itu bertentangan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010, dan Permenag RI No. 75 Tahun 2021 Tentang Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Kementerian Agama. “Nah, sementara Kemenag Surabaya malah bekerjasama dengan pihak swasta, yakni PT. Inovasi Citra Tekhnologi. Setiap KUA dipungut biaya dan diperintah untuk mentransfer ke rekening perorangan,” katanya.
Amir pun mendesak Kejati Jatim melakukan langkah konkret dengan adanya kasus pungli tersebut. Amir tidak ingin, Husnul Maram yang saat ini menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Jatim, melakukan hal serupa di wilayah Jatim. “Jika ini benar terjadi, bukti bahwa Menteri Agama (Menag) tak jeli, tak peka. Bagaimana mungkin Jatim bisa dipimpin orang seperti ini,” ujarnya.
Dikonfirmasi perihal tersebut, Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim, Fathur Rohman, belum bisa memberikan komentar, karena mengaku masih akan mengecek laporan itu ke bidang yang menanganinya. Namun, Fathur malah meminta awak media mengecek ke pihak pelapor. “Saya tanyakan dulu ke bidang yang menanganinya, karena sampai saat ini belum ada info masuk,” kata Fathur.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Jatim Husnul Maram, terkejut ketika dikonfirmasi hal itu. Bahkan, ia mengaku tidak mengetahui terkait adanya pelaporan dugaan pungli yang mencatut namanya tersebut. “Maaf, saya kok baru tahu. Terimakasih,” jawab Husnul Maram, singkat saat dikonfirmasi. (Amal)