Menurut Burhanuddin, tersangka Indrasari telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil atau CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
Padahal, perusahaan itu belum memenuhi syarat untuk diberikan izin persetujuan ekspor tersebut. Tiga tersangka lainnya yakni dari pihak swasta. Mereka adalah berinisial SMA yang merupakan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau. Kedua tersangka lainnya, Parulian Tumanggor (PT) atau Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia dan Togar Sitanggang (TS) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 19 saksi serta memeriksa 596 dokumen atau surat terkait.
“Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian, tiga ketentuan BAB 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 2 Perdagangan Luar Negeri per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.
“Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri,“ ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.
Kejagung menemukan sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang tak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
“Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa.