PAMEKASAN, Lingkarjatim.com – Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan wilayah Gerbang Kertosusilo menjadi angin segar bagi masyarakat pulau Madura. Sebab, dalam Perpres itu tercantum beberapa rencana pembangunan di Madura.
Misalnya pelebaran jalan Bangkalan – Pamekasan Rp 238 miliar. Juga pembangunam jalan raya Modung-Sreseh yang diperkirakan menelan anggaran Rp 300 miliar.
Namun sejumlah tokoh di Madura sendiri memandang lebih memerlukan tol. Jalan bebas hambatan dianggap tidak hanya mampu mengatasi kemacetan, tapi juga menunjang pertumbuhan ekonomi karena arus barang dan jasa menjadi lebih lancar.
Ketua Komisi III DPRD Pamekasan, Ismail mengatakan pembangunan tol Madura didukung penuh para petinggi Perguruan Tinggi (PT) di pulau garam, diantaranya Rektor Universitas Trunojoyo (UTM) Muh. Syarif. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Mohammad Kosim. Rektor Universitas Madura (Unira) Rizqina dan Rektor Universitas Wiraraja (Unija) Syaifurrachman.
“Selain para Rektor PT di Madura, ulama, tokoh NU, Akademisi dan Politisi yang ada di Pulau Madura juga ikut mendukung,” kata dia, Selasa (3/3).
“Maka dengan adanya tol Madura nantinya bisa mengentaskan kemacetan lalu lintas sehingga masyarakat yang bepergian ke luar Madura maupun orang luar mau ke Madura cepat sampai. Selain itu tol Madura itu juga sangat membantu dalam hal percepatan sistem perekonomian yang berkemajuan,” politkus Demokrat itu menambahkan.
Mantan ketua Komisi I DPRD Pamekasan itu menilai bahwa Kabupaten di Madura masih masuk katagori wilayah tertinggal ketika dibandingkan dengan 38 Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Timur.
“Maka kami menyampaikan dukungan terhadap Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, mengenai upaya pembangunan tol di pulau madura, agar Madura tidak lagi menjadi wilayah tertinggal dan ekonominya ada kemajuan,” kata Ismail.
Sementara, Rektor IAIN Madura, Mohammad Kosim membenarkan dirinya ikut menandatangani usulan pembangunan tol yang mengatasnamakan Dewan Pembangunan Madura itu. Menurut dia, moda transportasi di Madura memang masih perlu pengembangan.
“Jadi apabila hal itu bisa terwujud, maka lintas ekonomi terutama sangat cepat, sehingga memudahkan masyarakat Madura untuk maju,”ungkapnya.
Kosim menyadari pembangunan infrastruktur juga berpotensi menimbulkan konflik agraria, apalagi Madura memiliki adat tidak menjual tanah sangkolan atau tanah warisan. Namun sejauh pantauannya, setiap pembangunan perlu pendekatan persuasif kepada setiap warga.
“Tentu pemilik lahan harus berpikir untuk kepentingan umum, untuk kepentingan yang lebih besar kepada masyarakat Madura, saya rasa di mana-mana ada problem agraria itu, hampir semua wilayah yang kena pembangunan tol ada masalah dengan tanah, tapi rata-rata semua teratasi,” jelasnya.
(Supyanto Efendi)