SIDOARJO, Lingkarjatim.com – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo secara resmi melaunching Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024. Posko yang dipusatkan di Kantor Bawaslu Sidoarjo JL Pahlawan I Nomor 5 Sidoarjo itu, juga Sekretariat Panwaslih (Panwascam) di masing-masing kecamatan di Sidoarjo.
Koordinator Divisi (Kordiv) Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat, Bawaslu Sidoarjo, Agisma D Fastari mengatakan Launching Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024 harus dilaksanakan. Salah satunya dengan melibatkan seluruh Ketua Panwaslih (Panwascam) dari 18 kecamatan yang ada di Sidoarjo.
Hal itu sebagai upaya pencegahan sekaligus menjaga partisipasi masyarakat Sidoarjo dalam menyalurkan hak pilihnya saat Pemilu Serentak Tahun 2024 yakni di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim serta di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo.
“Launching ini bukti Bawaslu Sidoarjo berkomitmen mengawal hak pilih seluruh warga Sidoarjo. Selain melibatkan Panwaslih (Panwascam) kami juga menyediakan hotline yang bisa diakses online 24 jam. Kami berkomitmen tidak ada hak pilih warga Sidoarjo yang tidak terfasilitasi dengan baik,” ujar Agisma D Fastari, Rabu (26/06/2024).
Ketua Bawaslu Sidoarjo, Agung Nugraha menurutnya, launching ini lantaran KPU Sidoarjo sudah mulai melaksanakan Coklit sejak tanggal 24 Juni 2024 kemarin. Salah satunya dengan mencocokkan data pemilih sesuai dengan KTP dan KK ke rumah-rumah penduduk. Namun berdasarkan pengalaman beberapa pelaksanaan Pemilu sebelumnya ada nama dari satu KK yang tercecer di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berbeda. Padahal, di Sidoarjo ini bisa dimaksimalkan menjadi 600 TPS dalam Pemilu Serentak Tahun 2024 besok.
“Nah, launching posko kawal hak pilih ini sebagai bagian merespon untuk mengembalikan satu KK dalam satu TPS. Karena prinsip dari pembangunan TPS itu menyangkut masalah letak yang paling dekat dan tidak memisahkan dalam satu KK. Begitu juga dengan pemilih yang dulu saat Pileg dan Pilpres 2024 menjadi pemilih pemula, kini bisa jadi sudah masuk menjadi anggota TNI maupun Polri. Itu sudah tidak punya hak pilih,” terang Agung.
Kata Agung juga ada norma maupun potensi pelanggaran. Baik itu pelanggaran administrasi maupun potensi pelanggaran etik dan pidana. Terutama bagi mereka yang mengaku sebagai pemilih tetapi tidak memberikan informasi yang sesuai data validasi dan akurasi.
“Misalkan pemilih mengaku namanya beda dan seterusnya tanpa menunjukkan identitas yang berbeda. Ini menjadi ruang-ruang dimensi pelanggaran. Karena itu pemutakhiran data pemilih ini sebagai proses tahapan yang paling panjang di dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu. Nanti data pemilih akan berakhir 30 hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara untuk dijadikan Daftar Pemilih Tetap (DPT),” jelasnya.
Karena itu, Agung mengajak seluruh Panwascam untuk berkoordinasi dengan jajaran samping. Yakni mulai Koramil, Polsek, Camat, Lurah, Kades bahkan hingga Ketua RT/RW untuk memastikan data pemilih itu, sebelum masuk dalam DPT.
“Selama proses Coklit ini butuh mata dan telinga banyak. Makanya Panwascam jangan sungkan-sungkan berkoordinasi dengan jajaran samping mulai tingkat kecamatan, desa hingga RT dan RW. Langkah ini untuk mewujudkan pemilihan sesuai akurasi dan validasi data pemilih di lapangan,” pungkasnya. (Imam Hambali/Hasin)