SUMENEP, Lingkarjatim.com — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 tinggal menghitung bulan. Rencananya akan dihelat 23 September 2020 mendatang. Pesta demokrasi itu, salah satunya akan dilaksanakan di Sumenep, kabupaten di ujung timur Pulau Madura.
Saat ini, banyak nama bermunculan untuk ikut berkontestasi dalam pagelaran 5 tahunan itu. Sebut saja Wakil Bupati Sumenep saat ini, Achmad Fauzi yang direkom PDI Perjuangan dengan didampingi Dewi Khalifah, Ketua DPC Hanura Sumenep.
Selain itu, nama beken lain yang muncul ada nama Fattah Jasin, Malik Effendi, Unais Ali Hisyam, Nurfitriana, Soengkono Sidik, KH. Salahuddin A Warist, K. Ali Fikri, hingga nama politisi muda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nurfaizin.
Mereka sedang menanti rekomendasi partai politik dimana mereka mendaftar, baik sebagai bakal calon bupati, maupun bakal calon wakil bupati.
Banyak alasan, mengapa banyak yang melirik untuk maju sebagai kandidat di kabupaten berlambang kuda terbang. Salah satunya karena sumber daya alam (SDA) yang cukup menjanjikan untuk digarap, seperti minyak dan gas (migas) yang ada di Sumenep.
Saat ini saja, banyak kontraktor migas yang sudah mulai melakukan eksploitasi. Sebut saja Santos yang kini berubah menjadi Medco, ada Kangean Energi Indonesia (KEI). Lalu, HCML (Husky CNOOC Madura ltd) yang masih ekplorasi dan hampir ekploitasi.
Saat ini yang offshore sudah masuk Provinsi. Kemudian, ada juga yang di Onshore yang masih tahap ekplorasi yakni EML (Energi Mineral Langgeng), dan lainnya.
Diproyeksi masih banyak kandungan migas yang ada di bumi Sumekar ini. Baik di daratan maupun di Kepulauan.
“Sumenep dilirik karena memiliki potensi migas yang cukup menggiurkan dan menjadi daya tarik bagi kalangan elit,” kata Direktur Madura Energi, Hairul Anwar.
Menurutnya, migas tetap menjadi kepentingan stackholder dalam memetakan kepentingan pilkada Sumenep tahun ini. Sebab, bisnis migas disinyalir sebagai bisnis elit lewat kepentingan politik.
“Nah, dari sini para cukong dimungkinkan akan bertaruh dalam kontestasi politik di Sumenep. Dengan harapan bisa mengincar bisnis migas, yang ada,” katanya.
Mengapa dianggap kepentingan elit?, Mantan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Sumenep ini menjelaskan, keberadaan perusahaan di kota keris tidak memiliki dampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan. Terbukti, Kabupaten Sumenep masuk kabupaten termiskin ke dua di Jatim. Padahal, ekploitasi migas sudah lama dilakukan.
“Sebelum kewenangan beralih ke Provinsi, Sumenep pernah kuasa. Tapi, tak berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya di daerah terdampak. Padahal, bisnis cukup besar. Siapa yang menikmati?,” ungkapnya dengan nada serius.
Lebih lanjut, dia menyampaikan CSR (Corparate Social Responsibility) perusahaan migas itu masih terbilang cukup kecil untuk daerah terdampak. Bahkan, diperkirakan tidak sampai Rp 2 miliar.
“Bagaimana bisa memberikan kesejahteraan, jika tak maksimal dana sosialnya. Jadi, ini sangat membuat kami miris. Sementara PI (Participacing Interest) 10 persen tak berdampak langsung pada masyarakat,” tuturnya.
Hairul menambahkan, seharusnya keberadaan perusahaan migas di Sumenep memberikan dampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
“Migas Blok Cepu harus menjadi perbandingan pemerintah kabupaten. Masyarakat butuh effect,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya berharap pilkada 2020 ini bisa menghadirkan kepempimpinan yang pro terhadap masyarakat, mampu mengentaskan kemiskinan. Bukan hanya sekadar memfasilitasi pihak tertentu untuk “bertaruh” dalam memanfaatkan SDA, khususnya Migas.
“Perjuangkan migas menjadi alat yang bisa mensejahterakan masyarakat, Bukan kalangan elit,” ungkapnya. (Abdus Salam)