Surabaya, Lingkarjatim.com,- Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Mathur Husairi menilai naik turunnya angka kemiskinan menjadi komoditas yang dipermainkan oleh Pemprov Jatim.
Menurutnya apabila terjadi penurunan angka kemiskinan akan cepat merilis sebagai keberhasilan, namun apabila terjadi kenaikan akan berupaya sedemikian rupa menyusun narasi yang apik sehingga akan mendapatkan kesimpulan bahwa terjadi penurunan atau yang salah bukan Pemerintah Provinsi.
Sebagaimana rilis pemerintah Provinsi Jawa Timur tentang rilis BPS Jawa Timur tentang kenaikan Jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 4,236 juta orang atau meningkat 55,22 ribu orang terhadap Maret 2022 atau meningkat dari 10,38% menjadi 10,49%.
Menurut Mathur, Khofifah merilis bahwa Secara year on year (Yoy), dalam setahun terakhir, angka kemiskinan di Jatim terhitung September 2021 – September 2022 terpantau turun 0,1 persen.
Mathur menilai bahwa yang dirilis BPS Jawa Timur dengan rilis Gubernur sama-sama benar.
“Yang membedakan rilis BPS obyektif berdasarkan hasil riset yang dilakukan dan disampaikan secara komperehensif. Sedangkan Khofifah cenderung berusaha keras untuk menutupi salah satu fakta dengan melakukan narasi perbandingan data,” tulis Mathur melalui rilisnya ke media Lingkarjatim.com Minggu (22/01/23).
Anggota dewan dari Kabupaten Bangkalan tersebut meminta Gubernur tidak perlu takut untuk mengakui keadaan atau fakta yang terjadi di lapangan.
“Gubernur tidak perlu ketakutan menyatakan bahwa mohon maaf, pada posisi September 2022 terjadi kenaikan, sehingga akan menjadi cambuk bagi jajaran Pemprov untuk lebih fokus di 2023, pasti masyarakat dan semua elemen di Jawa Timur menyadari kok, ketimbang membuat alasan yang mbulet,” tegasnya.
Aktivis pemberdayaan dan anti korupsi ini mempertanyakan bahwa menurutnya point terpenting dari sekedar data agregat yang berisi jumlah dan prosentase kemiskinan yang dirilis BPS adalah apakah Pemprov Jatim, selama 2019 sampai sekarang memiliki data update by name by address yang selalu diperbaharui sehingga paling tidak memilki acuan, mana yang rumah tangga yang miskin mana yang sudah di bantu/ difasilitasi mana yang sudah mover (keluar dari kemiskinan) atau sebaliknya yang turun status kesejahteraannya.
Menurutnya, Sejauh ini, OPD mitra komisi E maupun Bappeda Jawa Timur tidak pernah menyampaikan basis data by name by address yang dimilki Pemprov Jatim itu Ke DPRD khususnya Komisi E.
“Saya sempat konfirmasi ke Dinas Sosial waktu Wakil Gubernur me lounching Sinta Gelis yang katanya akan jadi basis data kemiskinan Jatim, tanggal 31 Juli 2022 dengan sangat mewah, di hotel mewah, dan banyak media yang merilis, yang ternyata tidak mengetahui. Sejak di rilis sampai saat ini tidak ada infomasi yang masuk ke Komisi E tentang perkembangan sistem tersebut yang katanya di Uji Coba di 14 Desa dengan menggunakan APBD yang cukup besar,” ucapnya.
Bahkan Mathur juga mengkritisi sistem Sinta gelis yang menurutnya masih jauh dari harapan.
“Kalau saya coba buka sistem tersebut, data yang di tampilkan hanya menampilkan ulang data BPS, data tahun 2020, Data DTKS dan P3KE yang hanya angka total se jatim. Data DTKS mikro pun kalau di klik galat. Saya dengar anggaran yang telah di keluarkan tahun 2022 sudah cukup besar termasuk untuk launching yang mewah. Tahun 2023 ini informasinya ada operasional yang sangat besar juga untuk pilot project 14 desa, hanya coba saya telusuri di APBD yang dibahas kok tidak ada, semoga tidak diselipkan secara illegal pasca evaluasi kemendagri. Eman lho memiliki anggaran yang besar tapi hasilnya tidak nyata,” Lanjutnya menyayangkan.
Mathur lalu membandingkan dengan yang di lakukan oleh Sidaya Sehati SLRT Bangkalan dengan anggaran 750 juta menurutnya sudah mampu melakukan update kondisi kesejahteraan lebih dari 38 ribu rumah tangga, lebih dari 127 ribu jiwa di ratusan desa, real time, dinamis, dan hasilnya transparan ke publik.
Tidak hanya itu, dalam rilisnya Mathur menyampaikan bahwa Direktur Center for Participatory Development (Cepad) Indonesia, Kasmuin, yang pada Pilgub 2018 menjadi Sekretaris Tim Pemenangan Khofifah Emil di Sidoarjo yang juga aktif di pemberdayaan masyarakat menyampaikan bahwa pada saat kampanye dan orasi pelantikan ada semangat yang luar biasa Khofifah Emil akan melaksanakan program pengurangan kemiskinan bahkan ada istilah no one left behind, harus dipastikan tidak ada satu pun yang tertinggal.
Disamping itu juga Menurutnya, Mas Emil juga punya semangat untuk membangun big data. Tetapi memang harus diakui realisasi dari niat dan janji itu sangat jauh.
“Kalau yang saya amati program keberpihakan pada kemiskinan terutama dari segi anggaran dan operasionalisasi jauh turun baik kuantitas maupun kualitas, big data yang akan di bangun tidak terwujud. Untung saja masyarakat Jawa Timur ini tertolong oleh Program Dari Pusat seperti dari kemensos, kementrian UMKM, Kementrian PUPR, serta Kementrian Desa. Ya semoga jelang tidak hanya 1 tahun masa kepemimpinan berakhir, Bu Khofifah dan Mas Emil tidak asyik berkutat pada Pejabat-pejabat Birokrasi dan orang-orang yang hanya pintar memuji di media sosial dan saat ini mengelilingi beliau, karena masih ada waktu,” tandasnya. (Red)