SAMPANG, Lingkarjatim.com – Aktivis dari LSM Madura Development Watch (MDW) Kabupaten Sampang audiensi, mendesak Dinas Sosial dan Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (Dinsos-PPPA) Sampang segera lapor ke APH terkait peristiwa Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) melahirkan di Rumah Perlindungan Sosial (RPS) Sampang pada (13/10/2022) kemarin.
Ketua LSM MDW Sampang Siti Farida mengatakan, kedatangan dirinya ke Dinsos-PPPA untuk menanyakan terkait peristiwa ODGJ yang melahirkan di RPS Sampang beberapa waktu lalu. Karena peristiwa itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, artinya harus ada tindakan tegas dari dinas terkait.
Apalagi korban merupakan orang yang tidak berdaya atau depresi, dan usianya masih muda. Tetapi dengan kondisinya ada orang yang telah tega memanfaatkan untuk memuaskan nafsunya. Namun, meski demikian, bagaimanapun kondisi korban tetap harus mendapatkan hak yang sama, yakni perlindungan dan hukum.
“Kedatangan kami ke sini untuk minta kepada Dinsos-PPPA sebagai ledingsektor untuk membuat langkah kongkrit, malapor ke APH agar dapat diusut tuntas kasus kekerasan yang menimpa kepada penghuni RPS itu,” tuturnya, Selasa (18/10/2022).
Lebih lanjut ia menyayangkan peristiwa tersebut, karena hal itu merupakan bentuk kelalaian dari dinas terkait. Kenapa tidak?, dengan kondisi korban yang kejiwaannya terganggu oleh petugas dibiarkan keluar masuk tanpa ada pencatatan. Kemudian, juga terkait pengamanan di RPS Trunojoyo yang hanya mengandalkan keberadaan satpam tanpa dilengkapi CCTV.
“Dengan peristiwa itu harus menjadi catatan Dinsos-PPPA. Dan kami berjanji akan terus kawal kasus ini, karena peristiwa itu menjadi duka Kabupaten Sampang,” imbuhnya.
Kendati demikian, Siti Farida menanyakan kondisi RPS, terutama fungsi dan pengamanannya. Sebab, dikhawatirkan keberadaan RPS yang berada di Jalan Mutiara, Kecamatan/Kabupaten Sampang itu jauh dari kata layak atau tidak memenuhi kriteria berdasarkan dengan PP nomor 30 tahun 2012.
“Karena RPS ideal itu salah satunya harus memiliki beberapa ruangan. Sedangkan RPS di Sampang hanya berkapasitas enam orang, dan ruangan di dalamnya tidak ber skat. Hal ini juga harus menjadi catatan,” tambahnya.
Sementara Kepala Dinsos-PPPA Sampang M. Fadeli mengatakan, memperbolehkan korban keluar masuk RPS karena kondisi kejiwaannya dinilai sudah membaik, sebab korban telah mendapatkan perawatan sejak tahun 2015 lalu. Bahakan korban sudah terbiasa berinteraksi dengan masyarakat, petugas, begitupun korban sering belanja.
“Tentu kita semua tidak mau peristiwa itu terjadi, dan ini menjadi rujukan kita kedepan dalam merekomendasikan RPS, karena sejak awal saya di Dinsos keberadaan RPS memang kurang representatif,” katanya.
Selain itu, alasan tidak mengambil langkah laporan ke polisi sejak awal karena ada pertimbangan lain yang nantinya juga menimpa penghuni RPS lain. Akan tetapi saat ini ia berjanji akan melibatkan APH agar peristiwa itu dapat diusut.
“Kami senang dengan masukan para aktivis. Dan besok kami akan lapor ke APH, agar semuanya dapat diungkap,” pungkasnya. (Jamaluddin/Hasin)