Untuk diketahui bahwa pembebasan lahan untuk pembangunan proyek jalan kembar atau yang dikenal dengan jalan Kinibalu ternyata mempunyai cerita menarik. Walaupun jalan tersebut sudah selesai dibangun beberapa tahun silam namun hingga saat ini pemilik lahan masih belum mendapatkan uang ganti rugi dari pembebasan lahan tersebut.
Bahkan pada tahun 2015, H. Yasin Marsely yang merupakan pemilik sertifikat hak milik atas sebagian tanah yang terdampak pembangunan jalan kembar itu sempat melakukan protes dengan menutup jalan menggunakan tumpukan galian C, namun setelah di mediasi oleh kapolres setempat akhirnya demi kepentingan umum, dirinya bersedia membuka kembali blokade jalan tersebut.
Saat ditemui oleh tim media Lingkarjatim.com beberapa waktu yang lalu, H. Yasin sempat bercerita bahwa pembebasan lahan miliknya menemukan jalan buntu ketika dirinya merasa ukuran serta harga yang ditetapkan oleh panitia pembebasan lahan tidak wajar.
“Dari pemkab kalau nagih NJOP itu satu juta saat itu, standar SE nya, namun kalau Pemda beli kok malah menggunakan 400 sampai 600 kan tidak fair,” ucapnya Selasa (13/06/23) lalu saat ditemui dikediaman pribadinya.
“Itu satu sertifikat saja ambil contoh, panitia itu menyatakan katanya luasnya kenak 1700, ternyata setelah kasat mata saya hitung itu 2700 lebih, dikemplang seribu lebih, jadi gimana ini, jadi bukan hanya masalah harga, dari luasan saja sudah tidak benar,”lanjutnya dengan raut wajah kecewa.
Setelah tidak menemukan titik temu, antara dirinya dengan panitia pembebasan lahan, akhirnya menurut penjelasan H Yasin pada saat itu pemerintah mengambil jalan penyelesaian dengan Konsinyasi melalui pengadilan.
Namun sayangnya proses mediasi yang kemudian berlanjut hingga beberapa kali sidang di pengadilan tetap tidak memberikan solusi atau kata sepakat dari kedua belah pihak hingga akhirnya ada putusan jeda dari yang meminta agar panitia pembebasan lahan melakukan ukur ulang untuk luasan lahan serta negosiasi Kembali perihal harga.
“Akhirnya sama pengadilan diperintahkan supaya di ukur ulang, dan yang sebagian masuk itu bisa menggunakan Harga yang ditetapkan pemkab, sedangkan berikutnya harus negosiasi ulang, termasuk luasannya,” katanya menceritakan hasil putusan sidang dikala itu.
Bahkan H Yasin pada waktu sempat mendengar dan meyakini bahwa uang konsinyasi atas lahan miliknya itu sudah ada di pengadilan.
“Sepengetahuan saya saat sidang berjalan baru katanya uang itu sudah dimasukkan ke pengadilan, katanya,” ucap H Yasin penuh keyakinan karena baginya pengadilan adalah juru adil yang seharusnya memang bertindak adil kepada masyarakat.
Karena dianggap tidak ada greget dari pemkab Bangkalan untuk menyelesaikan masalah tersebut akhirnya, H Yasin memilih untuk diam, walaupun diketahui pembangunan jalan sudah selesai dibangun delapan tahun yang lalu, namun hingga saat ini kepemilikan sebagian lahan yang dibangun jalan Kinibalu tersebut masih tetap atas nama PT. Soka Abadi miliknya.
Uang Konsinyasi untuk pembebasan lahan miliknya sebesar 2 Miliar lebihpun hingga kini belum ada kejelasan keberadaanya.
Saat ini, ketika Pemkab Bangkalan sudah dipimpin oleh Mohni selaku Plt Bupati Bangkalan, H Yasin mengaku mulai melakukan pendekatan dengan membuka ruang komunikasi dengan pemerintah kabupaten Bangkalan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan.
“Jadi saya lengkapi semua dokumen saya, saya kalau bisa akan melalui jalur persuasif kekeluargaan, jangan pakek cara hukum lagi, karena hukumnya pun saya tidak telaten juga, ini sudah delapan tahun tidak selesai-selesai juga,” tuturnya seraya mengatakan bahwasanya di Bangkalan banyak yang mengalami kasus serupa dengan dirinya.