Oleh: Mauli Fikr
(Direktur Indikator Transparansi Anggaran publik (Intra Publik)
lingkarjatim.com – Masih dalam suasana perayaan tahun baru, masyarakat Sidoarjo digemparkan dengan Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), terhitung sampai hari ini kurang lebih sudah hampir dua minggu lalu atau tepatnya pada tanggal 07 Januari 2020.
Dalam kejadian itu setidaknya KPK berhasil mengamankan uang hampir mencapai Rp 2 Miliar yang dianggap sebagai barang bukti tindakan suap-menyuap (Barang Bukti Korupsi). Dari beberapa informasi yang dihimpun dari pemberitaan media uang tersebut diamankan dari beberapa pelaku yang kena OTT.
Dugaan sementara tindakan suap-menyuap tersebut erat kaitannya dengan pemberian fee dari beberapa jenis kegiatan proyek yang dimenangkan oleh pihak pemberi suap. Maka dalam hal ini jelas erat kaitannya dengan tindakan nepotisme dalam pelaksanaan kebijakan anggaran.
Dari amatan kami terdapat beberapa kelompok masyarakat yang bersyukur dengan apa yang dilakukan oleh KPK RI meski di kelompok lain juga terdapat pula yang menyangkan dan turut prihatin atas kejadian tersebut.
Tentu respon masyarakat yang beragam tersebut bukan berarti tanpa alasan, melainkan tidak lepas dari kebijakan beliau yang selama ini memimpin Kabupaten sidoarjo selama kuran lebih 20 Tahun dengan rincian Dua periode sebagai Wakil Bupati dan dua periode berikutnya sebagai Bupati Sidoarjo.
Dalam hal ini, intra publik seketika merasa penting untuk mengintip terkait tata kelola APBD Kabupaten Sidoarjo mengingat salah satu alasan kuat diantara para tersangka yang terjaring dalam OTT tersebut merupakan seorang kepala daerah yang secara tidak langsung punya tanggung jawab penuh dalam tata kelola APBD di Kabupaten Sidoarjo.
Dengan tema APBD Rasa Ambyar; Serial Budget Brief Analysis APBD Kabupaten Sidoarjo merupakan Kesimpulan Analisa kami terhadap APBD Kabupaten Sidoarjo selama 10 Tahun Terahir atau lebih tepatnya selama kepemimpinan Syaiful Ilah.
Pendapatan Daerah Ala Kadarnya
Kabupaten Sidoarjo dilihat dari letak geografis merupakan salah satu daerah dengan potensi industri yang luar biasa, hanya saja dalam beberapa tahun terakhir terbilang gagal memaksimalkan potensi tersebut, dapat diperhatikan dari capaian pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam meningkatkan pendapatan daerahnya.
Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir Kabupaten Sidoarjo pendapatan daerahnya dalam APBD yang mengalami fluktuasi yaitu terjadi pada tahun 2011-2015 dalam hal ini pada masa kepemimpinan periode pertama Saiful Ilah.
Pada Periode pertamanya hanya sekali mampu memaksimalkan pendapatan daerahnya yaitu pada tahun 2014 yaitu dengan catatan capaian peningkatan 8% dari periode sebelumnya 9% menjadi 27% di tahun 2014, pada periode pertama kepemimpina Syaiful Ilah rata pertumbuhan pendapatan daeranya 15,86%.
Dilanjut diperiode kedua, secara konsisten cenderung mengalami penurunan. Pada periode ini jauh dari capaian pada periode pertama, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bisa dianggap gagal dalam meningkatkan Pendapatan Daerah, karena selama lima tahun pertumbuhannya dibawah capaian periode pertama.
Pertumbuhan tertinggi pada periode kedua terjadi pada tahun 2020 tepatnya pada akhir masa jabatan beliau yaitu mengalami kenaikan sekitar 9%, namun yang menjadi perhatian serius kami di periode kedua ini yaitu pada tahun 2019 yang pertumbuhannya minus 2,4%.
Secara umum pertumbuhan di periode kedua rata-rata 5,62%. Bisa bilang selama kepeminpinan Saiful Ilah dalam dua periode Pemerintah Kabupaten Sidoarjo gagal dalam mengelola potensi sebagai daerah kawasan industri.
Mengacu pada struktur APBD secara nasional. Pendapatan daerah di bagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Secara garis besar APBD Kabupaten Sidoarjo dalam sepuluh tahun terakhir pendapatan daerahnya masih didominasi oleh dana perimbangan atau dengan kata lain Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah.
Ruang fiskal daerah diperoleh dengan menghitung total pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya dan belanja yang sifatnya mengikat (DAK, Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, Pendapatan Hibah, Dana Darurat).
Dalam hal ini, APBD Kabupaten Sidoarjo belum sepenuhnya berhasil mencapai ruang fiscal yang baik, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo masih tergantung terhadap aliran dana dari Pemerintah Pusat.
Dimana kontribusi dana perimbangan masih mendominasi pendapatan asli daerah, rasio kemandirian daerah Kabupaten Sidoarjo cukup lemah, pemerintah Kabupaten Sidoarjo tidak bisa leluasa dalam memproyeksikan pembangunan daerah begitu pula dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) Masyarakat Sidoarjo.
Besar kecilnya nominal APBD hanya merupakan bagial kecil dari PDRB. Namun demikian, peran APBD dalam perekonomian tidak dilihat dari besar kecil nominalnya, tetapi lebih pada nilai kebijakan yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi (PDRB).
Dari data diatas menunjukkan, Rasio APBD Kabupaten Sidoarjo terhadap PDRB dari tahun ke tahun cenderung meningkat, meski tidak terlalu signifikan. Kenyataan itu menunjukkan, kegiatan ekonomi pada dua periode tersebut relatif stabil.
Pada periode 2012-2014, rasio APBD terhadap PDRB menurun, kegiatan ekonomi riil pada periode tersebut masih terbilang cukup baik, karena mampu menjaga kekuatan pertumbuhan ekonomi diatas 6%.
Namun demikian, memasuki fase periode kedua kepeminpinan Syaiful Ilah pertumbuhan Ekonomi Sidoarjo konsisten berada angka 5% berturut-turut selama tiga tahun. Angka tersebut menunjukkan kebijakan APBD pada tahun tersebut kurang efektif bila dibandingkan dengan kinerja kebijakan APBD Periode Pertama.
Pendapatan (Tidak) Asli daerah
Pendapatan Asli Daerah selalu mendapat perhatian serius dalam telaah APBD, karena pada sektor ini masyarakat berhak memberi penilaian terhadap kinerja pemeritah daerahnya.
Dari tabel diatas mencerminkan bahwa Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sidoarjo dalam kurun waktu sepulu tahun terakhir porsinya cenderung konstan bahkan cenderung menurun.
Sebagai pembanding capaian, pada periode pertama yaitu pada kurun waktu antara tahun 2011-2015, di tengah periode pertama trennya mengalami peningkatan yang stabil namun pada periode kedua secara konsisten mengalami kemorosotan sampai pada masa akhir periodesasinya.
Dengan rincian; periode pertama pernah mencapai puncak tertinggi yaitu 36% pada tahun pertama, mengalami peningkatan pada tahun kedua yaitu 38%, namun capaian tersebut tidak mampu dipertahankan.
Begitupun di periode kedua, Prosentase capaian tertingginya hanya sekali dan itupun di bawah capaian periode pertama, yaitu terjadi pada tahun 2017 dengan capaian persentase 25%, dan sangat disayangkan ketika pada tahun 2019 Pendapatan Asli Daerah mengalami tren yang cukup jelek berada di angka prosentase -5%.
Namun begitu, memasuki tahun terkahir di periode kedua trennya mengalami peningkatan mencapai 13%.
Secara umum tren pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dalam APBD Kabupaten Sidoarjo lebih bagus pada periode pertama yang rata-rata mengalami pertumbuhan 28 % di banding pada periode kedua yang rata-rata tren pertumbuhannya berada pada 8%.
Antara periode pertama dengan periode kedua terdapat selisih 20% lebih bagus kinerja periode pertama.