Dijelaskannya, soal kecepatan polisi memproses laporan pidana ibu MM dengan PT Meratus Line juga dipersoalkannya. Sebab, Ibu MM melaporkan dugaan penyekapan pada 7 Februari dan polisi baru menetapkan tersangka Dirut PT Meratus Line pada 1 Agustus. Sedangkan Laporan yang dibuat PT Meratus Line ke Polda Jatim tertanggal 9 Februari, ES, sang suami langsung ditahan polisi.
“Jadi ada kesenjangan dalam penanganan polisi. Ini yang membuat ibu MM kuatir. Dirut PT Meratus Line yang dilaporkannya, ditangani secara lambat oleh polisi. Buktinya, 1 Agustus baru ditetapkan tersangka dan tidak ditahan pula. Sedangkan suami ibu MM yang dilaporkan oleh PT Meratus Line, dilaporkan 9 Februari langsung ditahan hingga kini,” ujarnya.
Sayangnya, PT Meratus Line saat dihubungi melalui kuasa hukumnya Tis’at Afriyandi hingga berita ini ditulis belum dapat dikonfirmasi. Baik dihubungi melalui ponsel maupun chattingan Whatsappnya tidak ada respon. Namun, dalam rilis sebelumnya, PT Meratus Line melalui Donny Wibisono, Head Of Legal PT Meratus Line, membantah adanya penyekapan. Ia menjelaskan, bahwa perusahaannya tidak melakukan penyekapan terhadap karyawannya yang berinisial ES. Namun ia menyebut, jika sang karyawan justru yang meminta perlindungan pada pihaknya selama 4 hari, mulai tanggal 4 sampai 8 Februari lalu.
“ES berada di Kantor PT Meratus Line di Jalan Tanjung Perak selama 4 – 8 Februari 2022 dalam rangka mendapatkan perlindungan dari manajemen PT Meratus Line,” katanya.
Ia menambahkan, kasus ini bermula saat Januari lalu terjadi pencurian atau penggelapan bahan bakar minyak (BBM) untuk kapal-kapalnya. Saat penyelidikan perusahaan, diketahui sejumlah karyawan dimana salah satunya ada ES diduga terlibat dalam perkara tersebut. Pada 24 Januari 2022 ES mengajukan permohonan perlindungan kepada manajemen PT Meratus Line dengan menandatangani sendiri surat jaminan perlindungan. Ia menyebut, manajemen pun menyiapkan apartemen khusus untuk ES sejak 26 Januari 2022 sebagai tempat berlindung. Pada 4 Februari 2022, ES kembali meminta perlindungan kepada manajemen PT Meratus Line dan meminta tinggal sementara di kantor.
Atas inisiatifnya sendiri, ES disebut menyerahkan uang Rp570 juta dan 3 sertifikat tanah pada kantor Meratus. Namun entah mengapa, pada 7 Februari istri ES, berinisial MM melaporkan perusahaan.
“Isteri ES (MM) melaporkan secara tidak benar terhadap diri SR, Dirut PT Meratus Line, yang seakan-akan menyekap ES. Padahal, keberadaan ES di lokasi PT Meratus Line adalah atas kehendak ES sendiri dan tidak ada tindakan menghilangkan kemerdekaan ES seperti yang dilaporkan,” katanya.
Diketahui, Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line, berinisial SR ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyekapan ES yang tak lain adalah karyawan dari perusahaan pelayaran tersebut. Penetapan SR sebagai tersangka terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Surat tersebut, ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP Arief Ryzki Wicaksana.