Surabaya, Lingkarjatim.com,– Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi dihadirkan menjadi saksi persidangan kasus korupsi pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/6) ini, Kusnadi dicecar soal catatan ‘bagi-bagi duit’.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sebuah catatan kertas yang berisi nama dan angka atau nominal.
Kertas itu ditampilkan jaksa melalui layar di ruang sidang. Tertulis nama ‘Agus Yuda’ sebagai judul. Di bawahnya terdapat sejumlah nama dan nominal uang dengan huruf M. Salah satu nama yang terpampang adalah Kusnadi.
Berikut catatan yang ditampilkan di layar ruang sidang:
10 M = B Renny-Kusnadi
3,5 M = Previllege Kom. C (Ketua)
18 M = Uang Jatah Anggota, yang 50 M (Kom C)
16 M – 10.100 M = 5.900 M
10 M, 3,5 M, 18 M, 5,9 M total 37,400 M
JPU KPK Arif Suhermanto kemudian mencecar Kusnadi soal bukti itu. Dia mempertanyakan apakah Politikus PDIP ini mengetahui perihal catatan tersebut.
Kusnadi menjawab dia tidak tahu menahu soal kertas tersebut. Namun, ia mau menginterpretasikan huruf ‘M’ dalam catatan itu.
“Interpretasi saya [kepanjangan] M itu miliar,” kata Kusnadi.
JPU Arif pun kembali mencecar, apakah Kusnadi menerima sesuatu dalam jumlah seperti tertera dalam catatan itu. Dengan tegas, dia menyatakan tidak.
“Tidak menerima apa pun,” ujar dia.
JPU Arif lalu mengungkap, kertas yang berisi catatan itu merupakan salah satu barang bukti yang disita KPK, saat melakukan penggeledahan di Gedung DPRD Provinsi Jatim beberapa waktu lalu.
Ia mengakui, mencecar Kusnadi atas barang bukti tersebut, karena dianggap ada kaitannya dengan perkara dugaan korupsi suap dana hibah.
“Barang bukti itu kami sita dari gedung dewan. Makanya itu kami tanyakan pada yang bersangkutan karena ada namanya dalam catatan tersebut,” kata Arif.
Selain dicecar soal barang bukti, Kusnadi juga sempat ditanya jaksa soal praktek ‘ijon’ seperti yang dilakukan oleh terdakwa Sahat. Kusnadi pun hanya mengakui ia pernah mendengar isu tersebut.
Namun, ia memastikan tidak melakukan hal serupa. Sebab, menurutnya, kelompok masyarakat (Pokmas) selama ini yang menerima langsung uang hibah saat pencairan.
Kusnadi pun sempat menyebut kata bodoh bila ada pokmas yang diambil lebih dulu uangnya oleh pihak lain.
“Saya pernah mendengar isu [ijon] itu. Tapi, yang menerima [uang hibah] itu adalah pokmas itu sendiri, dia yang menandatangani itu, uang itu dari bank, anda (pokmas) yang menerima. Kalau kemudian menyerahkan pada orang lain berarti itu anda bodoh,” pungkasnya.