Nasional – Lingkarjatim.com,- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah keuangan yang harus segera diselesaikan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), salah satunya terkait rumah subsidi.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 BPK, terungkap bahwa ada sejumlah permasalahan terkait dengan penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yakni:
1) penyaluran dana FLPP terhadap 256 debitur sebesar Rp 26,24 miliar tidak tepat sasaran dan penggunaan quick response code pada rumah hasil pembiayaan dana FLPP belum optimal
2) penanganan penyelesaian kredit FLPP terhadap 5.679 debitur yang telah meninggal dunia dan masih memiliki saldo outstanding pokok kredit per Oktober 2022 sebesar Rp 225,52 miliar tidak sesuai ketentuan, di antaranya karena bank penyalur belum mengajukan klaim asuransi jiwa atas debitur yang telah meninggal dunia dan penyelesaian kredit belum dilaporkan ke BP Tapera.
Laporan tersebut, sebelumnya juga pernah disampaikan BPK saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada Kementerian PUPR pada Selasa (8/8/2023) lalu.
Adapun hasil dari laporan keuangan Kementerian PUPR tahun 2022 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Meski demikian, Anggota IV BPK, Haerul Saleh mengatakan masih ada hal yang harus segera diselesaikan, salah satunya terkait dengan penyaluran rumah subsidi yang tidak tepat sasaran.
Nilainya, kata Haerul, sekitar Rp 53 miliar. Ia menyebutkan, ditemukan rumah subsidi yang dialihfungsikan dari fungsi utamanya sebagai hunian, misalnya disewakan.
Memang, seharusnya bantuan rumah subsidi diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum punya rumah.
Terkait hal tersebut, Haerul mengingatkan untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Adapun Kementerian PUPR diberikan tenggat 60 hari untuk menindaklanjuti hal tersebut.
“Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK dan memberikan jawaban selambat-lambatnya 60 hari,” kata Haerul dikutip dari detikFinance, Kamis (7/9/2023).