SUMENEP, Lingkarjatim.com — Paripurna DPRD Sumenep soal penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap 5 rancangan peraturan daerah (Raperda) Kabupaten Sumenep mendapat kritikan. Pasalnya, dari sekian raperda itu, sama sekali tidak ada raperda usul prakarsa legislatif.
Kritikan pedas itu salah satunya dari Fraksi PDI Perjuangan. Faksi dari partai moncong putih itu menilai salah satu tugas legislatif adalah menginisiasi lahirnya Raperda dan tata tertib DPRD. Hal itu sesuai dengan UU MD3 dan PP nomor 12 tahun 2018. Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan lebih memilih sikap interupsi sebagai kewajibannya dalam fungsi kontrol legislatif.
“Kewajiban dasar legislator adalah menginisiasi lahirnya raperda sebagaimana digariskan di UU MD3 dan PP 12 berikut tata tertib DPRD. Kami Fraksi PDI Perjuangan memilih menggunakan hak interupsi di ruang sidang paripurna adalah itikad politik atas fungsi kontrol institusi,” kata Sekretaris F-PDI Perjuangan, Darul Hasyim Fath.
Maka dinilai aneh, ketika Pimpinan DPRD Sumenep lebih memprioritaskan Raperda inisiatif eksekutif ketimbang usul prakarsa legislatif. Terlebih, Raperda usul prakarsa itu adalah Raperda yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Dari 5 Raperda yang menjadi pembahasan saat ini, salah satunya, yakni pembahasan Raperda BUMD. Raperda BUMD itu, yakni Raperda tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Bhakti Sumekar.
Sedangkan Raperda usul prakarsa legislatif seperti Raperda tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, serta Raperda tentang kabupaten layak anak tidak menjadi prioritas dalam pembahasan.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumenep mengatakan, dalam pemandangan umumnya, semua fraksi telah menyetujui semua raperda yang dibahas di Paripurna, termasuk Fraksi PDI Perjuangan itu sendiri.
Ia juga mengatakan, sebelumnya, bersama eksekutif, DPRD Sumenep telah menyelesaikan pembahasan 4 Raperda sekaligus, baik usul prakarsa, maupun inisiatif. Sehingga dengan 5 Raperda yang dibahas ini, di awal tahun DPRD Sumenep sudah akan menyelesaikan 9 Raperda.
Disinggung Ikhwal 5 Raperda yang sama sekali tanpa inisiatif Legislatif, Hamid mengatakan, dari verifikasi yang dilakukan, dari kajian akademik, Raperda yang diprakarsai Legislatif tidak ada yang siap untuk segera dibahas. Sebaliknya, yang paling memungkinkan adalah Raperda usulan eksekutif.
“Setelah dilakukan verifikasi semuanya, ternyata yang siap hanya punya eksekutif. Karena Perda ini dibahas bersama-sama antara legislatif dan eksekutif, saling bersinergi,” katanya. (Abdus Salam)