SAMPANG, Lingkarjatim.com – Realisasi anggaran Alokasi Dana Kelurahan (ADK) Kabupaten Sampang 2019 terus menjadi perbincangan hangat kota bahari, pasalnya anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN tersebut dinilai penuh kejanggalan oleh sejumlah lembaga masyarakat di Kabupaten Sampang.
Kondisi tersebut diperparah dengan keputusan Camat Kota Sampang sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan enam lurah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang kompak menyembunyikan dokumen penting realisasi ADK tahun 2019 dari DPRD kabupaten Sampang selaku mitra kerja kedinasannya. Tak ayal setiap kali dilakukan pertemuan dalam ruang audiensi kerap menimbulkan gejolak yang berujung pada tidak ditemukannya kesepakatan bersama untuk menindaklanjuti laporan sejumlah lembaga masyarakat tersebut.
Alhasil, kondisi tersebut membuat Jatim Corruption Watch (JCW) membuat pernyataan sikap bahwa sampai saat ini pelaksanaan ADK di Kabupaten Sampang belum ada petunjuk teknis yang jelas, sehingga beberapa regulasi yang digunakan menimbulkan multitafsir terkait sistem pelaksanaan alokasi dana Kelurahan yang di kontraktualkan murni atau dilaksanakan secara swakelola.
Khairul Kalam, Ketua Tim Investigasi JCW Kabupaten Sampang, mengatakan bahwa kebijakan pelaksanaan ADK di Kabupaten Sampang dilaksanakan secara kontraktual dengan menggunakan regulasi Permendagri nomor 130 tahun 2018 tentang kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat Kelurahan, serta edaran menteri Dalam Negeri nomor 146/2694/Sj tentang petunjuk pelaksanaan peraturan menteri dalam negeri dan seterusnya. Kemudian tidak dipilihnya sistem swakelola dengan alasan di Kelurahan tidak ada yang memenuhi syarat kalau dikerjakan kelompok masyarakat.
“Yang menjadi pertanyaan apakah sudah disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat setempat yang tertuang dalam berita acara terkait peluang kegiatan ADK diswakelolakan sehingga tidak menuai kontroversi di masyarakat,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa sesuai dengan peraturan menteri Dalam Negeri nomor 130 tahun 2018 tentang kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan tahun 2019, item 7 huruf d, dalam pengadaan barang dan jasa yang melibatkan kelompok masyarakat dan atau organisasi kemasyarakatan melalui mekanisme swakelola, pemerintah daerah dapat menggunakan fasilitator dari perangkat daerah teknis untuk membantu tugas kelompok masyarakat dan/atau organisasi dalam persiapan pelaksanaan dan pengawasan swakelola.
“Sehingga jelas-jelas sistem kontraktual pelaksanaan ADK ini berdampak pada tidak keterlibatan masyarakat di Kelurahan masing-masing terkait kebutuhan infrastruktur yang paling dibutuhkan oleh masyarakat setempat,” tambahnya.
“Karena kontraktual seringkali dilaksanakan kegiatan yang tidak terlalu mendesak kebutuhan masyarakat, misalnya pengadaan pos kamling di masing-masing kelurahan yang di kontraktualkan padahal tidak semua Kelurahan memiliki kebutuhan mendesak yang sama dengan kegiatan yang sama,” timpalnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan pelaksanaan ADK kontraktual murni tahun 2019 telah dilaksanakan 100 persen, namun ada beberapa catatan penting mulai dari kualitas dan sisi administrasi yang patut dibenahi, misalnya kualitas U-Ditch saluran, kualitas kayu pos kamling, masa pengerjaan yang melewati waktu kontrak dan dugaan pencairan termin 100 persen sebelum kegiatan selesai dirampungkan.
“Nah ini menjadi catatan penting untuk bahan pembahasan saat melangkah pada pelaporan yang akan dilayangkan kepada aparat penegak hukum nantinya,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Sekjen DPP Lasbandra Surabaya, Rifai menambahkan, sejak awal pelaksanaan program ADK menuai banyak masalah dan ada beberapa ketentuan yang dilanggar, tak hanya itu sejumlah temuan soal kualitas bangunan menjadi dasar utamanya untuk terus menindaklanjuti laporan nantinya kepada pihak berwajib.
Tidak selesai disana, ia juga menyoroti kualitasU-ditch yang digunakan untuk pembangunan saluran irigasi tidak ber SNI, Sertifikat Keahlian Kerja (SKA) dan Sertifikat Keterampilan Kerja (SKT) pengawas yang tidak jelas, dan proses pencairan dana yang dilakukan sebelum pengerjaan proyek tuntas 100 persen. Seperti proyek saluran irigasi di Jalan Imam Ghazali, Kelurahan Gunung Sekar, Sampang.
Ia menduga ada intrik kongkalikong dalam realisasi program ADK Kota Sampang, hal tersebut dibuktikan dengan dokumen pencairan 100 persen progres pengerjaan pada tanggal 31 Desember, padahal pada waktu yang sama dibeberapa titik lokasi masih dilakukan finishing pengerjaan.
“Bagaimana bisa, kegiatan masih berlangsung tapi pencairan sudah terealisasi pada tanggal 31 Desember lalu,” katanya.
“Ini jelas ada kongkalikong didalamnya, mereka saat ini terus menggunakan alibi masa pemeliharaan,” tukasnya.
Sementara itu, Fadol Ketua DPRD Kabupaten Sampang, menyampaikan bahwa hasil rapat yang dihadiri beberapa pihak terkait polemik ADK masih belum menemukan kesimpulan, bahkan di forum tadi terkait permintan data RAB, kontrak kegiatan, SPJ, dan data legalitas konsultan SKA dan SKT kegiata ADK 2019 yang tidak bisa diberikan oleh Camat, namun kami di DPRD Sampang tidak bisa memaksa karena kegiatan ADK tahun 2019 belum ada peraturan daerahnya (perda), kegitan tersebut masih berbekal pada peraturan menteri (permen).
“Dari rapat audensi yang belum menemukan kesimpulan tersebut, kami akan melakukan rapat internal pimpinan DPRD Sampang untuk menentukan apa yang akan kami rekomendasikan pada LSM sebagai masyarakat yang mengajukan permohonan pada DPRD Sampang,” singkatnya.
Sekedar diketahui pelaksanaan alokasi dana kelurahan (ADK) tahun anggaran 2019, di 6 Kelurahan yakni Kelurahan Gunung Sekar, Dalpenang, Rongtengah, Banyuanyar, Polagan, Karang Dalem, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, bersumber dari dua anggaran, pertama melalui APBN 2019 sebesar Rp. 370 juta x 6 kelurahan = Rp. 2.220.000.000, dan ada penambahan melalui APBD-Perubahan Kabupaten Sampang, Rp.800 juta x 6 Kelurahan = Rp.4.800.000.000, sehingga totalnya dana ADK TA 2019 sebesar = Rp. 7.020.000.000. (Abdul Wahed)