SUMENEP, Lingkarjatim.com – Polemik Peraturan Bupati (Perbup) Sumenep nomor 77 tahun 2019 tentang Perjalanan Dinas dan Pakaian Dinas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Sumenep terus bergulir. Surat Komisi I DPRD Sumenep tentang kejanggalan Perbup itu pun tiba di meja pimpinan legislatif.
Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath mempertanyakan langkah kongkrit pimpinan dewan menyikapi surat dari komisi yang dipimpinnya itu. Pasalnya, hingga saat ini, pihaknya belum menerima jawaban dari pimpinan atas surat tertanggal 17 Januari 2020 tersebut.
“Komisi I menindak lanjuti surat hasil rapat komisi I yang dikirim ke Pimpinan DPRD yang hingga detik ini belum kita dapat jawaban dari DPRD. Karena mengevaluasi peraturan bupati yang dibuat sebagai otoritas eksekutif dalam hal ini perlu konsideran kalau hendak direvisi,” katanya, Jum’at (24/01).
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, pihaknya tidak sekedar mengawal ketimpangan anggaran biaya Perdin antara pimpinan dengan anggota dewan dalam Perbup itu. Namun, sebagai upaya kritik kepada wakil rakyat. Sebagai seorang legislator, harus menunaikan tanggung jawabnya dengan maksimal.
“Konsen kita bukan soal semata-mata pada angka. Konsen kita soal otokritik kepada seluruh legislator di gedung ini apa yang diterima seimbang dengan i’tikad menunaikan tanggung jawabnya,” tambah Darul.
Darul menilai, saat ini kinerja legislator belum maksimal. Mulai dari produktifitas raperda, fungsi pengawasan yang belum sepenuhnya maksimal, hingga fungsi anggaran dimana belanja langsung dan tidak langsung masih timpang.
“Diruang yang timpang itu, tiba-tiba ada sejumlah penerimaan anggaran yang timbul sebagai konsekuensi dari kegiatan kedewanan. Diposisi itulah komisi I menggelar rapat,” ucapnya.
Bahkan, kata Darul, paripurna tatib DPRD pun dihujani interupsi oleh sejumlah anggota dewan, supaya pimpinan legislatif segera mengambil langkah kongkrit terkait polemik Perbup tersebut.
“Kita berharap melalui momentum interupsi paripurna itu Pimpinan DPRD segera mengambil langkah kongkrit segera mengambil langkah yang dianggap perlu. Supaya wasangka ini tidak beredar secara liar ke permukaan bahwa pimpinan DPRD membiarkan alur regulasi yang membuat keadaan menjadi multitafsir,” kata Darul.
Surat yang dikirim Komisi I DPRD Sumenep sendiri, yakni hasil rapat gelar pendapat bersama Bagian Hukum, Bagian Pembangunan dan Sekretariat DPRD, Komisi I DPRD Sumenep. Perbup itu dipandang tidak memenuhi syarat untuk diundangkan karena tidak mencantumkan konsideran dasar hukum yakni PMK RI nomor 78 /PMK.02/ 2019 tentang Standart Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 dan Permendagri 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD.
Selain itu, setidaknya ada dua keputusan rapat dengar pendapat yang dilakukan Komisi I DPRD Sumenep dan disampaikan secara tersurat ke pimpinan dewan itu. Yakni tentang satuan uang harian perdin baik luar maupun dalam provinsi dan satuan biaya penginapan perdin luar daerah baik luar provinsi. Kedua poin tersebut dinilai tidak proporsional.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPRD Sumenep, A Hamid Ali Munir mengatakan, surat dari Komisi I itu baru tiba di mejanya tadi pagi. Namun, dia sudah bermaksud menggelar rapat dengan pimpinan dan sekretariat DPRD untuk menyikapi surat itu. Namun, sebagian pimpinan sedang ada kegiatan di luar, maka rapat itu gagal dilaksanakan.
Lebih lanjut, Hamid juga mengatakan, Perbup itu dibuat oleh eksekutif. Sehingga pihaknya tidak bisa mengintervensi Perbup itu. “tadi saya sudah disposisi untuk rapat pimpinan. Rencana siang ternyata sebagian pimpinan ada acara di luar,” kata Hamid.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan Perbup Sumenep nomor 77 tahun 2019, anggaran perjalanan dinas DPRD Sumenep cukup fantastis. Terutama dalam hal biaya penginapan saat berkunjung ke luar daerah. Porsinya pun, saat kunjungan ke beberapa daerah, anggaran penginapan antara Pimpinan dan Anggota DPRD Sumenep memiliki perbedaan yang cukup fantastis.
Jika ke DKI Jakarta, anggaran penginapan Pimpinan DPRD yakni sekitar Rp 8,5 juta per hari. Sedangkan untuk anggota, yakni sekitar Rp 1,4 juta per hari. Sedangkan jika ke Bali, untuk pimpinan yakni sekitar Rp 4,49 juta per hari. Untuk anggota, yakni sekitar Rp 1,9 juta per hari. (Abdus Salam)